JAKARTA — Tahun ini Bangsa Indonesia telah memasuki usia ke-77 tahun. Ketua Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Masyhuril Khamis menyebut kemerdekaan merupakan kenikmatan yang patut disyukuri serta harus diisi dengan hal-hal positif.
“Orang yang punya harta, jabatan, pangkat dan popularitas, tidak akan berarti tanpa adanya kemerdekaan. Hari ini, kita tidak berjuang langsung sebagaimana para pahlawan, akan tetapi perjuangan kita yaitu mengisi kemerdekaan dengan meningkatkan kualitas secara keilmuan maupun keagamaan,” kata Kiai Masyhuril.
Menurut dia, dalam bahasa Arab, kemerdekaan diistilahkan dengan “hurriyah” yang bermakna sebagai kemerdekaan jiwa, ruhani dan fisik. Oleh sebab itu, tidak akan membiarkan seseorang terbelenggu dalam ketakutan apalagi pemaksaan.
Kiai Masyruhil mengingatkan, pemaknaan kemerdekaan jangan sampai kebablasan, yang seolah-olah semuanya harus dilakukan.
Tak dapat dipungkiri, kebebasan yang dimaknai tanpa diiringi dengan ketakwaan kepada Allah, mampu membentuk akhlak dan perilaku yang buruk.
Oleh sebab itu, Ketua Umum Pengurus Besar Al Jam’iyatul Washliyah tersebut juga menuturkan, perbaikan akhlak dalam mengisi kemerdekaan dapat berupa, menghargai jasa para pahlawan serta menghargai manusia sebagai saudara tanpa memandang suku dan agamanya.
“Sebagai umat Islam, kita wajib menghormati, menghargai hak dan kewajiban sesama. Tidak boleh saling berpecah-belah. Kebersamaan patut dirawat, karena itulah makna sesungguhnya dari kemerdekaan yakni lepas dari keterbelakangan, perpecahan, kebodohan, sikap monopoli, dan oligarki yang merupakan bagian dari penegakkan akhlakul karimah,” jelasnya.
Kiai Marsyuhil mengingatkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika adalah simbol persatuan yang seharusnya sudah terpatri dalam hati setiap generasi penerus bangsa. Konsep-konsep tersebut menyiratkan persatuan dalam perbedaan.
Di samping itu, Kiai Masyhuril berharap materi Budi Pekerti dan Pendidikan Pancasila harus diajarkan kembali pada kurikulum-kurikulum pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Melalui semangat kedua materi tersebut, mampu membentuk generasi bangsa yang kiat serta tetap mewariskan semangat para pahlawan dan memiliki akhlakul karimah.
(Isyatami Aulia/Fakhruddin)