PangkalPinang— Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Rapat Kordinasi (Rakornas) seluruh Indonesia. Rakor ini termasuk di dalam agenda rangkaian Kongres Halal Internasional (KHI) MUI 2022 yang diselenggarakan di Bangka Belitung, Kamis (16/6/2022).
Mengenai acara tersebut, Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh menjelaskan, salah satu tujuan pelaksanaan Rakornas ini adalah untuk mengkonsolidasikan penyelenggaraan fatwa dari pusat hingga daerah, sebagai salah satu wujud perkhidmatan MUI dalam membimbing dan memberikan panduan keagamaan bagi umat Islam.
‘’Karena fatwa itu bersifat ijtihadi. Maka butuh adanya pedoman yang selaras antara MUI Pusat dan Provinsi. Agar keluaran fatwa itu memiliki pijakan akademik yang kokoh dan sedapat mungkin menghindari perbedaan khususnya antar institusi di pusat maupun di daerah,’’kata dia.
Kiai Niam menambahkan, dalam proses penetapan fatwa harus mengikatkan diri pada manhaj fatwa yang telah ditetapkan di dalam pedoman dan prosedur penetapan fatwa.
‘’Kemudian, kalau seandainya suatu masalah telah difatwakan MUI Pusat. Maka, MUI Provinsi maupun MUI kabupaten/kota, hanya berhak melaksanakan. Artinya tidak adalagi penetapan fatwa yang lain. Ini yang penting dipahami oleh seluruh pengurus komisi fatwa MUI,’’tegasnya.
Lebih lanjut, kiai Niam dalam Rakornas ini juga akan mengkonsolidasikan penyelenggaraan fatwa yang terkait dengan penetapan kehalalan produk. Kiai Niam menjelaskan, hal ini karena adanya tata kelola baru di dalam sertifikasi halal.
Sehingga, kata dia, tata kelola baru ini harus diserap dan juga disesuaikan dengan mekanisme pemfatwaan baik di MUI Pusat maupun daerah. Termasuk juga soal kewenangannya masing-masing.
Selain itu, lanjutnya, rakornas ini juga untuk membahas optimalisasi keberperanan MUI di dalam memberikan pelayanan pada umat. Hal ini juga didasari oleh tuntuan dan harapan dari masyarakat yang meningkat.
‘’Seiring dengan kesadaran masyarakat di dalam aktivitas sosialnya agar patuh mengikuti ketentuan keagamaan. Maka harus di respon secara baik penetapan kelembagaanya. Apa yang baru, salah satunya dengan pengelolaan zakat, kesadaran masyarakat untuk membayar zakat meningkat,’’ungkapnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Nahdlah ini mengungkapkan, hal ini ditandai dengan banyaknya Lembaga Amil Zakat atau LAZ di tingkat nasional maupun provinsi. Namun, dia menekankan bahwa pengelolaanya tidak cukup dengan semangat, melainkan harus patuh pada aspek syariah.
‘’Maka MUI diberikan tugas dan kewenangan tambahan untuk melakukan pengawasan aspek syariah melalui keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang diberikan rekomendasi dan pembimbingan keagamaan melalui fatwa-fatwanya,’’terangnya.
(Sadam Al-Ghifari)