JAKARTA—Fenomena khilafah kembali mencuat di publik dalam pusaran kasus Khilafatul Muslimin. Belakangan ini, sejumlah orang yang terindikasi sebagai pemimpin dan tokoh penting pergerakan Khilafatul Muslimin ditangkap di beberapa daerah.
Merespons fenomena khilafah, Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Wachid Ridwan, menegaskan sistem kekhilafahan sudah tidak relevan jika hendak diterapkan sebagai sistem bernegara di Indonesia.
Hal itu dia sampaikan dalam kesempatan acara Webinar Kebangsaan oleh BPET-MUI dalam memaknai pergerakan politik kekhilafahan, Sabtu (11/06/2022), setelah sebelumnya juga di menyampaikan di berbagai kesempatan dan di sejumlah media.
“Dari perspektif nasionalisme sebenarnya sudah cukup runut, bagaimana negara ini menjadi konsesus negara kesatuan (NKRI), ideologi Pancasila, dan dasar yang konstitusional,” kata Wachid dalam paparan materinya, sebagaimana dikutip dari TVMUI, Selasa (14/6/2022).
Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta itu juga menyampaikan tidak bisa mengualifikasi wacana ideologis perpolitikan yang dibawa dalam pergerakan Khilafatul Muslimin. Hal itu, kata Wachid, karena berbagai kemungkinan ideologis politik ada di dalamnya.
Tapi yang pasti, kata dia, Khilafatul Muslimin tidak konsisten dalam misi perubahan yang dibawanya. Mereka cenderung polaritatif antara wacana oral dan fakta pergerakan di lapangan, “Jadi mereka mengatakan dirinya Pancasilais, tapi dalam penelitian, mereka tidak ikut milih ketika Pemilu,” lanjut dia.
Berangkat dari fakta ini, Wachid tetap optimis, aktor penting dalam penanggulangan wacana ideologi politik khilafah adalah pemerintah dan negara dengan memperkuat kualifikasi normatif soal khilafah (perundang-undangan).
“Karena bagaimanapun, mereka bilang ini adalah pergerakan dakwah, ceramah-ceramah biasa, tapi faktanya tidaklah demikian. Mereka membawa misi ideologis yang lebih dari sekadar dakwah,” kata Wachid menjelaskan. (A Fahrur Rozi, ed: Nashih)