RIAU -– Prilaku LGBT di Indonesia merupakan hal yang sangat tabu, karena prilaku ini secara jelas melanggar undang – undang dan juga ideologi bangsa. Di Indonesia, beberapa organisasi kaum LGBT melakukan gerakan agar mendapatkan pengakuan hak. LGBT sendiri sebenarnya bukan kasus baru di negara ini, kasus tersebut sudah ada sejak lama dan dimunculkan kembali.
Menanggapi fenomena tersebut, Komisi Hukum dan Ham MUI menegaskan bahwasanya LGBT (perkawinan sesama jenis) tidak sesuai dengan ideologi bangsa. Hal tersebut disampaikan oleh Manager Nasution selaku wakil ketua Komisi Hukum dan Ham MUI melalui telewicara kepada MUIDigital,(13/05).
“Menurut Pancasila, konstitusi dan undang – undang perkawinan, bahwa perkawinan yang sah di Indonesia itu adalah perkawinan yang dilakukan oleh sepasang suami istri antara laki – laki dan perempuan. Oleh karena itu, perkawinan sesama jenis tidak sesuai dengan Pancasila, konstitusi dan undang – undang yang berlaku di Indonesia,” tegasnya.
Lebih lanjut, Manager juga menyampaikan bahwa Hak Asasi Manusia yang dianut dalam Pancasila dirumuskan sebagai Hak Asasi Manusia yang tidak boleh bertentangan dengan agama.
Berdasarkan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam dunia internasional yang disepakati pada 10 Desember 1948 atau yang dikenal dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), dijelaskan bahwa sebuah perkawinan dilakukan oleh laki – laki dan perempuan. Dengan demikian, di dalam DUHAM tersebut tidak ada dasar yang memperbolehkan melakukan perkawinan sejenis dengan alasan apapun.
Menurut Manager, pelaku LGBT yang dengan sengaja melakukan kampanye di ruang publik dapat dijerat dengan undang – undang yang berlaku di Indonesia. Mulai dari Undang – Undang perkawinan, Undang – Undang ITE hingga Undang – Undang pornografi.
“Bagi pelaku yang sengaja melakukan kampanye di ruang publik, MUI mendorong agar norma ini masuk ke dalam Rancangan KUHP kita yang baru. Saya berharap para pembuat undang – undang memikirkan agar pengaturan norma ini masuk dalam Rancangan KUHP dan mudah – mudahan dalam waktu dekat bisa segera disahkan,” ungkapnya.
Selaras dengan hal tersebut, Manager Nasution juga berharap pemerintah dapat memberikan perhatian khusus kepada korban LGBT ataupun mereka yang terpapar dengan prilaku LGBT.
“Negara harus hadir untuk memberikan pemulihan baik secara psikologis maupun secara kesehatan. Negara harus menyiapkan dokter, psikolog, bahkan menyiapkan psikiater untuk memberikan pemulihan kepada mereka yang terpapar,” ujarnya.
Jika memandang hak setiap warga negara, Manager Nasution juga menegaskan bahwa seluruh warga negara termasuk pelaku LGBT mempunyai hak yang sama, yakni memiliki hak pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan keselamatan. Akan tetapi pelaku LGBT tidak dapat menuntut legalitas.
“Sebagai warga negara, negara harus hadir memenuhi hak mereka dalam kesehatan, pekerjaan, pendidikan, dan keselamatan. Tapi, kalau mereka menuntut legalisasi perkawinan sejenis, itu melampaui keadaban kendonesiaan kita sebagai bangsa,” pungkasnya.
(Dhea Oktaviana/Fakhruddin)