JAKARTA— Pendiri Drone Emprit dan Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi mengatakan, warganet di media sosial cenderung menerima manusia LGBT, tetapi menolak perilaku LGBT. Apalagi, warganet menolak perilaku LGBT ini karena dilakukan secara terang-terangan dan terbuka yang mengarah pada konten pornografi di media sosial.
‘’Konten-konten itu banyak pasangan LGBT. Mereka berhubungan badan laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan itu sambil terbuka. Nah ini kan lebih ke arah pornografi. Pornografi ini banyak sekali dan saya kira lebih merusak. Baik itu yang normal maupun yang LGBT ini banyak,’’ujarnya saat dihubungi MUIDigital, Jumat (13/5/2022).
Menurutnya, hal inilah yang menjadi contoh negatif bagi anak-anak dari konten pornografi LGBT maupun yang normal. Untuk itu, kata dia, kedua konten tersebut harus ditolak dan tidak boleh menyebar.
Ismail menerangkan, bahwa harus dipisahkan untuk menerima manusia dan perilaku LGBT. Bagi manusia yang memiliki perilaku LGBT sebaiknya diterima masyarakat luas. Menurutnya, Islam juga menerima adanya orang yang berbeda sama halnya dengan difabel yang tidak bisa ditolak, tetapi harus diterima dengan kasih sayang.
‘’Mereka (di media sosial) tidak memusuhi orangnya karena sesama (manusia), tetapi perilaku pornografi (LGBT), yang mempromosikan (LGBT), tindakan itu (LGBT) baik terang-terangan dan terbuka, nah itu yang selama ini dipermasalahkan sebetulnya,’’ kata dia.
Ismail yang juga Wakil Ketua Komisi Infokom Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menjelaskan, penolakan terhadap LGBT di media sosial kembali meningkat ketika influencer seperti Deddy Corbuzier mengundang pasangan LGBT di podcastnya.
“Awalnya tidak ada yang protes ya, malah sering muncul di TikTok. Tapi Ketika muncul di sosok influencer yang pengikutnya sangat besar baru kemudian menjadi gejolak,’’ tuturnya.
“kalangan yang menolak sangat besar sekali, yang mendukung ada tetapi kalah jumlah dibanding yang menolak perilaku demonstratif ya. Kalau mereka lakukan sembunyi juga kan tidak ada yang protes ya, kalau aksi demonstratif di acara Deddy Corbuzier, nah itu baru kemudian ditolak,’’ jelasnya.
Lebih lanjut, Ismail menjelaskan, podcast tersebut menuai kritik bagi yang pro dan kontra terhadap LGBT. Bagi yang kontra, didominasi umat Islam yang menganggap bahwa podcast tersebut membantu dan mempromosikan LGBT.
Namun bagi yang pro terhadap LGBT, Ismail menuturkan bahwa mereka melakukan protes karena video podcast tersebut dihapus dan merasa publik luas semakin memiliki alasan yang lebih kuat untuk memojokkan kaum LGBT.
“Mereka semakin disorot, makin banyak orang yang menuding ke mereka. Jadi ibaratnya, perjuangan mereka untuk mendapatkan kesetaraan semakin susah, karena take down (video itu) menjadi salah satu alasan buat banyak orang memusuhi LGBT,’’sambungnya.
Ismail mengatakan, LGBT sudah menjadi agenda internasional di masing-masing negara untuk mengupayakan agar LGBT bisa diterima di negara tersebut. Namun, di Indonesia penolakannya masih sangat tinggi karena mayoritas penduduknya adalah umat Islam. Agenda tersebut pun penting untuk diwaspadai umat Islam.
Ismail menyebut bahwa upaya tersebut akan selalu dilakukan.
Apalagi, kata Ismail, mereka melihat kaum LGBT ini sebagai kaum minoritas yang terus menerus mendapatkan penolakan. Sehingga, lanjutnya, mereka merasa perlu untuk memperjuangkannya lewat LSM dan program.
Ismail Fahmi berharap, manusia yang berorientasi LGBT ini dapat diterima, bukan malah ditolak dan dikucilkan. Untuk kembali normal, Ismail Fahmi menuturkan, itu dikembalikan ke masing-masing individu. Kemudian, diserahkan kepada institusi, baik agama, kesehatan, dan yang lainnya.
“Intinya, harus dibedakan, orangnya jangan dimusuhi. Orangnya dimana pun, di pekerjaan, segala macem harus setara. Mereka kadang ada yang orientasinya dari lahir, pengaruh. Orangnya sama. Hanya perilaku itu sama kan dengan pornografi. Harus dicegah, dihindari, dan ditolak itu perilakunya,’’tegasnya.
Selain itu, Ismail Fahmi juga menyarankan masyarakat untuk bisa menyikapinya dengan merangkul manusia LGBT dengan kasih sayang. Tidak lagi dengan memusuhi dan menakut-nakuti mereka agar tidak semakin jauh dan bisa membantu menyelesaikan masalahnya.
“Mereka butuh bantuan, butuh teman. Dengan begitu, kalau mereka bagian dari problem (masalah) itu bisa terpecahkan, kalau mereka misalnya ada yang punya dua kelamin, mungkin bisa dibantu dengan medis, dan lain-lain. Selama ini kalau kita menakut-nakuti malah tidak memecahkan masalah, malah membuat masalah baru,’’terangnya.
Ismail mengingat pesan yang disampaikan oleh Ketua Umum MUI, KH Miftachul Akhyar saat Munas MUI ke-10 di Jakarta. Pada kesempatan itu, KH Miftachul Akhyar mengatakan bahwa dakwah itu harus merangkul, bukan memukul.
“Saya suka sekali itu, dakwah kita itu harus merangkul bukan memukul. Dengan kasih sayang bukan menakut-nakuti, kalau menurut saya. saya kira dalam pengamatan saya dalam komunikasi, pendekatan jauh lebih efektif, daripada kita gondok-gondokan,” kata dia. (Sadam Al-Ghifari, ed: Nashih)