JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyoroti tradisi mudik lebaran yang merupakan migrasi besar-besaran masyarakat di Indonesia dalam satu waktu tertentu yang kerap terjadi setiap tahun, khususnya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri.
MUI menyebut hal ini karena Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Dalam tradisi itu, kata MUI, Indonesia selalu menjadi perhatian dunia.
“Tidak semua negara di belahan dunia memilikinya. Oleh karenanya Indoneaia menjadi perhatian dunia. Tradisi mudik lebaran memiliki multi efek berupa ekonomi, budaya, hingga keagaamaan,”kata MUI dalam Taushiyah Menyambut Idul Fitri 1443 H, Jumat (29/4).
Taushiyah tersebut ditandatangani oleh Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Cholil Nafis dan Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan.
“Oleh karenanya, pemerintah wajib memfasilitasi penyelenggaraan perjalanan arus mudik dan arus balik lebaran dengan fasilitas infrastruktur layak dan sistem keamanan maksimal,”tambahnya.
Selain itu, MUI juga meminta para penyedia transportasi massal untuk menjamin kelayakan moda transportasi massalnya dan tidak menaikan tarif transportasinya agar tidak menyusahkan penggunanya.
“Semua pihak hendaknya juga tetap mematuhi peraturan lalu lintas, dengan mengimplementasikan akhlakul karimah,” jelasnya.
MUI mengimbau, selama di jalan raya para pengguna jalan hendaknya saling tenggang rasa dan saling menghormati terhadap sesama pengguna jalan agar terhindar dari hal yang kontraproduktif dengan kebahagian di Hari Raya.
“Semua pihak memaksimalkan momentum perayaan Hari Raya Idul Fitri tahun ini untuk semakin mempertebal spirit keislaman sekaligus mental kebangsaan,” tuturnya.
Menurut MUI, karena hal ini merupakan bagian dari dua dimensi untuk saling menguatkan dengan meningkatkan rasa saling menyayangi (tarahum) dan berbagi kebahagian terhadap sesama sanak saudara, kerabat, dan handai taulan tanpa tersekat perbedaan, baik agama, suku dan bangsa.
Dengan demikian, kata MUI, perayaan Hari Raya Idul Fitri menjadi spirit untuk kembali ke fitrah diri (fithrah syakhshiyah), dan fitrah kebangsaan (fithrah wathaniyah).
“Inilah implementasi Islam sebagai rahmat seluruh alam (rahmatan lil alamin),”sambungnya.
Sementara itu, jelang Hari Raya Idul Fitri, MUI juga menyoroti sejumlah wilayah negara dan kawasan di dunia yang masih terjadi kejahatan kemanusian berupa peperangan dan penindasan.
Untuk itu, MUI meminta agar semua pihak yang bertikai dapat mendinginkan suasana dan mengedepankan perdamaian sebagai bahasa kemanusian yang universal.
“MUI juga meminta agar PBB bersikap tegas dan adil dalam upaya menghentikan segala bentuk penjajahan dan penindasan serta menjamin terpenuhinya Hak Asasi Manusia(HAM),” kata MUI.
MUI menambahkan, terpenuhinya HAM tersebut khususnya bagi umat Muslim di kawasan krisis keselamatan dan keamanan sebagai penghormatan terhadap kesakralan Hari Raya Idul Fitri.
“MUI juga mengimbau kepada umat Islam Indonesia dan dunia untuk membacakan Qunut Nazilah agar peperangan dan kekerasan yang menimpa umat Islam di seluruh dunia segera berhenti demi terwujudnya kedamaian dan harmoni kehidupan,” ujarnya.
Lebih lanjut, dalam tausiyah tersebut, atas nama Dewan Pimpinan MUI, mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1443 H/2022 M.
“Semoga Allah SWT menerima ibadah puasa kita. Semoga Allah SWT menjadikan kita semua menjadi hamba-Nya yang kembali fitrah lahir batin,” tutupnya.
(Sadam Al-Ghifari/Angga)