JAKARTA— Agenda moderasi yang menampilkan wajah Islam yang ramah harus terus dilanjutkan. Munculnya combating Islamofobia adalah dalam konteks adanya isu yang dihadapi umat Islam, di antaranya terorisme yang menjadi korban salah satunya adalah umat Islam.
Ketua Hubungan Masyarakat dan Kelembagaan Persis, Dr Tiar Anwar Bachtiar, mewakili Ketua Umum PP Persis KH Aceng Zakaria, mengatakan kasus terorisme di New Zealand adalah contoh umat Islam yang menjadi korban akibat Islamofobia .
Terorisme adalah tindakan kejahatan berbahaya bagi kemanusiaan, namun jangan sampai orag yang bukan teroris kemudian dituduh sebagai teroris.
“PP Persis sangat mengapresiasi OKI yang berusaha agar menjadikan combating Islamofobia menjadi isu bersama,” lanjut doktor sejarah dari UI tersebut dalam Webinar Internasional “Turn Back Islamophobia” yang digelar Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI yang digelar secara daring pada Rabu 30 Maret 2022 lalu.
Kejadian di India dalam bentuk fobia terhadap Islam juga menjadi perhatian Dr Tiar. Menurutnya, Islam bermaksud untuk menciptakan keseimbangan antara satu agama dan lainnya. Dan, karena umat Islam selama ini kerap dirugikan maka isu combat to Islamophobia penting posisinya. Di samping itu, performa wasathiyah Islam juga harus diperjuangkan.
Dalam pandangan Tiar, agenda umat Islam saat ini ada dua, yaitu bina’an (membangun), membina umat Islam agar ihsan kepada orang lain, dan difa’an (membentengi, membentengi umat Islam dari kezaliman harus berjalan seiring-sejalan. “PP Persis insya Allah akan ikut mendorong agar isu menjadi leading issue,” kata Tiar lagi.
Dari Amerika, Imam New York Dr Imam Shamsi Ali mengatakan bahwa resolusi di Kongres AS biasanya diajukan oleh komite, kemudian diajukan di senat dan dikembalikan ke Kongres untuk diperdebatkan dan jika telah disepakati dilanjutkan ke meja Presiden Amerika Serikat.
“Apa yang baru-baru kita lihat di PBB ini sesuatu yang sudah lama tertunda, dan ini juga bukan penganakemasan kepada umat Islam sebab kaum Yahudi juga sejak dulu telah memiliki combating anti-Semitism,” kata Imam Shamsi.
Dia mengusulkan agar Kemenlu AS memiliki special envoy dalam combating Islamofobia . Ia juga mengusulkan agar ormas Islam fokus pada hal isu Islamofobia.
“Sejarah mengatakan di mana ada kebenaran di situ pasti ada kebatilan, dan di kalangan para Anbiya dan Rasul kita juga menghadapi tantangan berat tersebut,” kata Shamsi.
Kita tidak bisa menghindari, akan tetapi kita bisa menghadapinya dengan cara bijak, lanjut Imam asal Bulukumba yang telah 20-an tahun berdakwah di AS.
Kegiatan ini dihadiri sejumpah pembicara yaitu KH Yahya Cholil Staquf (Ketua PBNU), KH Embay Mulya Syarief (Ketua PB Mathla’ul Anwar), Dr Syafiq A Mughni (Ketua PP Muhammadiyah), dan
Perwakilan dari Islamofobia Observatory Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Dr Dodik Ariyanto . Kegiatan ini ditutup dengan mengeluarkan lima pernyataan bersama ormas Islam sikapi penetapan PBB 15 Maret sebagai Hari Internasional Tangkal Islamofobia. (Yanuardi Syukur, ed: Nashih)