JAKARTA— Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr Syafiq A Mughni, mengatakan bahwa pada berbagai konflik dan ketegangan umat Islam selalu paling banyak dirugikan.
Untuk itu kita harus menyambut dengan penuh komitmen untuk mengimplementasikan resolusi PBB agar tidak sekadar jadi dokumen tidak bernyawa tapi betul-betul hidup dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara.
Dalam konteks implementasi ini, menurutnya, kita harus memiliki kesamaan definisi terkait Islamofobia secara nasional dan internasional. “Karena gerakan kita adalah double movement, di satu sisi kita fight against Islomofobia tapi kita juga fight for wasathiyah, dan untuk itu dibutuhkan pegangan definisi kita bersama,” lanjut Syafiq dalam Webinar Internasional secara daring (30/3/2022) sebagai respons atas keputusan PBB yang menetapkan 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Menangkal Islamofobia.
Pembicaranya adalah KH Yahya Cholil Staquf (Ketua PBNU), KH Embay Mulya Syarief (Ketua PB Mathla’ul Anwar), Dr Syafiq A Mughni (Ketua PP Muhammadiyah), Dr Imam Shamsi Ali (Imam New York), Dr Tiar Anwar Bachtiar (PP Persis), dan Dr Dodik Ariyanto (Islamofobia Observatory OKI).
Untuk itu, itu menurut Syafiq, kita harus mengajarkan Islam yang autentik (rahmatan lil ‘alamin) dan faktor sejarah yang perlu ditafsirkan ulang terkait bagaimana ekspansi pada zaman awal Islam, perang Salib, kolonialisme, perjuangan di Spanyol, Andalusia, dan lain sebagainya.
“Sebab kalau tidak, maka ini akan diinternalisasikan dan menjadi bibit kebencian antaragama, perang-perang yang terjadi bisa dijadikan kebencian antaragama yang dapat menyebabkan ketegangan,” kata Syafiq lagi.
Prof Syafiq juga menyatakan tindaklanjut pada berbagai tataran, baik nasional maupun internasional. Pada tingkat nasional ada peran negara untuk membuat kebijakan dan ada masyarakat untuk mewujudkan kesepahaman.
Ketua MUI Bidang HLNKI Dr Sudarnoto Abdul Hakim bahwa penting untuk umat Islam membuat langkah-langkah menghadapi Islamofobia .
“Keputusan PBB tersebut menjadi sangat penting dalam konteks membangun peradaban dunia yang berbasis pada kemanusiaan, dan dalam kaitan upaya kita membangun tatanan dunia yang adil dan damai,” kata Sudarnoto.
Masalah kemanusiaan di tingkat global yang diakibatkan oleh konflik berkepanjangan serta pertentangan antara Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung, adalah bukan semata masalah negara yang terlibat tapi efek destruktifnya kepada manusia.
“Hal ini menjadi krisis kemanusiaan, yang muncul karena efek panjang global warming, semakin rusaknya dunia yang berdampak pada banyak sektor lain seperti ekonomi dan politik,” kata Sudarnoto lagi. (Yanuardi Syukur, ed: Nashih)