JAKARTA– Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) , H. Arif Fahrudin, M.Ag menekankan agar MUI tidak mengabaikan psikologi umat Islam. Hal tersebut disampaikan pada saat memberi sambutan dalam acara sarasehan “Kode Etik Ukhuwah Islam dalam Bidang Politik” yang diselenggarakan oleh Komisi Ukhuwah Islamiyah Majelis Ulama Indonesia, (30/03).
Dijelaskan Arif Fahrudin, hubungan MUI dengan ukhuwah politik terbingkai dalam tiga cluster, yaitu hubungan antara MUI dengan kontekstasi kekuasaan, hubungan antara MUI dengan politik keumatan dan hubungan politik MUI dengan strategi keagamaan.
Menurut beliau, MUI tidak terlibat secara langsung dalam praktik perpolitikan, akan tetapi MUI memiliki panggilan keagamaan, panggilan keumatan dan juga panggilan kebangsaan.
“Bagi saya Majelis Ulama Indonesia tidak boleh abai dengan masalah politik. Justru wajib hukumnya untuk melek politik,” ujar Arif Fahrudin saat menyampaikan materi tentang Peran dan Revitalisasi Ukhuwah Islamiyah dalam bidang Politik.
Lebih lanjut, Arif menguraikan, MUI memiliki dua hal kepentingan terhadap kepemimpinan yang jalannya adalah kontestasi.
Pertama, untuk menjaga keberlangsungan agama agar dipastikan religiusitas tetap tegak berdiri dengan baik, difasilitasi oleh negara, tidak disia – siakan oleh negara.
Kedua, adalah urusan kenegaraan, kesejahteraan, kemakmuran sudah terjaga.
Menurut Arif, MUI sebagai tenda besar umat Islam, tidak boleh terjun langsung dalam politik praktis, baik secara kelembagaan maupun pengurusnya. Namun, MUI boleh terlibat dalam politik moral, politik keumatan dan psikologi politik.
“Meskipun MUI tidak berpolitik praktis, tetapi MUI tidak boleh abai terhadap psikologi politik umat Islam,” demikian Arif memberi penekanan.
Selanjutnya, beliau juga menegaskan bahwa MUI tidak boleh terkooptasi oleh satu parpol tertentu. Ia menekankan, MUI harus terbuka kepada semua aktivis politik dari parpol mana pun selama aktivis parpol tersebut berkomitmen pada ukhuwah Kslamiyah, insaniah dan wathoniyah. (Dea Oktaviana/Angga)