JAKARTA — Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, merekomendasikan perumusan kode etik politik oleh MUI mengingat kontestasi lima tahunan kian kental terasa dan gejala politisnya sudah merambat dalam kehidupan umat.
“Kita paham ekses perpolitikan di masa lalu yang hingga saat ini masih kita rasakan dapat membelah ukhuwah kita. Untuk itu MUI perlu menjadi himayatul ummah dan riayatud daulah,” ujarnya dalam acara Serasehan Kode Etik Ukhuwah Islam dalam Bidang Politik, Rabu (20/3/2022).
Dalam acara Komisi Ukhuwah Islamiyah MUI itu, Kiai Cholil mengatakan perumusan kode etik tidak hanya berjibaku dengan norma halal-haram terhadap suatu tindakan politis. Tapi meliputi tindakan etis di mana letak kelayakan dan kesantunan kita dalam konteks persaudaraan.
Menurutnya, kedamaian dan kehangatan bernegara tidak akan pernah terbina jika masalah politik dapat merusak tatanan ukhuwah.
Sehingga, kata dia, MUI sebagai lembaga yang memayungi seluruh ormas Islam di Indonesia berada di garda depan dalam memberikan tuntunan politik melalui konsep trilogi ukhuwah kepada umat sehingga tidak ada perpecahan lagi.
“Kita mengenal trilogi ukhuwah dalam Islam, yakni ukhuwah Islamiyah, wathaniyah dan basyariyah. Penyempurnaan dari tiga ukhuwah itu akan membentuk insan kamil yang bisa menyeimbangkan antara urusan zahir dan batin,” terang pengasuh Pesantren Cendikia Amanah itu.
Lebih lanjut, dia pun menegaskan, perumusan kode etik politik oleh MUI merupakan suatu kesepakatan yang melibatkan banyak pihak. Rumusan itu menjadi aspirasi bersama yang dalam pengambilannya tidak didapati monopoli dan kesewenag-wengangan pihak tertentu.
“Jadi MUI mengeluarkan pedoman tidak kemudian harus dilakukan. Tetapi MUI menjadi perekat dalam tenda besar bagaimana semuanya bisa terakomodir dalam memberikan pendapat terkait rekatnya ukhuwah,” kata Kiai Cholil menegaskan. (A Fahrur Rozi/Fakhruddin)