JAKARTA— Putra pendiri Institut Ilmu Al-Quran atau yang dikenal IIQ Jakarta, Prof Nadirsyah Hosen mengatakan, salah satu alasan Prof Ibrahim Hosen mendirikan IIQ Jakarta untuk melahirkan ulama perempuan yang kiprahnya tidak dilupakan begitu saja. Hal ini juga terinspirasi oleh ulama perempuan asal Tunisia pada abad ke-9 Masehi, yaitu Fattimah Al-Fikriyah.
‘’Sangat mendambakan ulama-ulama perempuan dari Rahim IIQ. Ia teringat seorang ulama besar perempuan dalam Islam yang namanya jarang dikenal dan disebut yaitu Fattimah Al-Fikriyah. Beliau berasal dari Tunisia diabad ke-9 masehi, pindah ke Maroko dan mendirikan masjid, kemudian berubah menjadi madrasah atau yang sekarang berubah menjadi Universitas Al-Qarawiyyin,’’ ujarnya saat launching buku kumpulan tulisan Prof KH Ibrahim Hosen di Majalah Mimbar MUI dan Haul ke-21 Prof KH Ibrahim Hosen, Minggu (27/3).
Prof Nadirsyah Hosen menuturkan, menurut Unesco, Universitas Al-Qarawiyyin merupakan salah satu universitas tertua di dunia yang masih ada sampai sekarang ini yang didirikan oleh seorang perempuan. Namun yang menarik, kata dia, para pakar modern belakangan ini banyak yang meragukan sosok Fattimah Al-Fikriyah. Bahkan, menganggapnya sebagai tokoh fiktif.
‘’Sehingga, ingin dilupakan peranannya dalam sejarah panggung dunia Islam. Ini menunjukan beratnya ulama perempuan karena seringkali tidak diakui bahkan kiprahnya hendak dihilangkan dalam sejarah. Padahal yang didirikan salah satu universitas di dunia yang jauh lebih tua dibanding Oxvord University dan Harvard University,’’ sambungnya.
Untuk itu, pendirian IIQ oleh Prof Ibrahim Hosen agar kiprah perempuan tidak dilupakan begitu saja. Dalam berbagai kesempatan, kata Prof Nadirsyah Hosen, Prof Ibrahim sering menyatakan, meskipun pendiri IIQ adalah laki-laki, tetapi IIQ baru disebut sukses apabila rektornya adalah seorang perempuan.
Pada kesempatan yang sama, Alumni IIQ Jakarta yang juga Wakil Ketua MPR, Dr. Jazilul Fawaid mengenang sosok Prof Ibrahim Hosen sebagai sosok pembaharu hukum Islam di Indonesia. Menurutnya, pemikirannya sangat diperlukan karena mampu mengemas ajaran Islam yang gampang dan mudah diterima oleh masyarakat.
‘’Beliau mempu menengahkan pemikiran Islam yang tidak rumit, sebagai sosok pemikir hukum Islam, menurut saya hari ini, kita membutuhkan orang-orang yang mampu menerjemahkan kembali beliau di tengah tantangan masyarakat hari ini,’’ tambahnya.
Jazilul Fawaid menilai, pemikiran Prof Ibrahim Hosen sangat memberikan pencerahan bagi masyarakat Indonesia ketika itu, khususnya dalam konteks kebutuhan masyarakat. Meskipun pemikiran beliau ada yang kontroversional, Jazilul melihat Prof Ibrahim bisa menjelaskan kepada masyarakat yang kemudian bisa menerima pemikirannya.
“Saya melihat kiprah beliau di MUI, IIQ, Guru Besar Hukum Islam sampai saat ini belum ada tandingannya. Oleh sebab itu, tugas kita sebagai penerus pemikiran beliau, sebagai santri, pengikut jejak beliau hendaknya mampu menghidupkan Kembali apa yang menjadi pemikirannya,’’ pungkasnya.(Sadam Al-Ghifari/Angga)