JAKARTA— Sejumlah lembaga penyiaran televisi dan radio mendeklarasikan komitmen untuk melahirkan konten-konten Ramadan yang mendidik masyarakat dan menguatkan peradaban umat. Komitmen tersebut tertuang dalam 5 Deklarasi Halaqah Ramadan.
Selain poin tersebut, peserta juga berkomitmen menghormati bulan suci Ramadan dengan tayangan isi siaran yang menjaga kesucian dan kehormatan bulan puasa, tidak menayangkan beragam isi siaran Ramadan yang merendahkan martabat manusia, mengandung muatan fitnah, menghasut, menyesatkan, menyebarkan pornografi dan perbuatan tercela lainnya, menguatkan tayangan Ramadan yang menghormati Islam sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, dan menaati aturan serta etika bermedia guna menjaga kekhusyukan bulan suci Ramadan.
Deklarasi yang dipimpin Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis tersebut disampaikan dalam Halaqah Siaran Ramadan 1443 H/ 2022 M yang digelar Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Kantor MUI, Jakarta, Selasa (1/3/2022).
Ketua Umum MUI, KH Miftachul Akhyar, menggarisbawahi tugas mulia yang diemban media. Dia menukilkan sabda Rasulullah SAW tentang kekuatan informasi atau berita yang bisa mempunyai kekuatan seperti sihir.
Maknanya bisa menarik dan membalikkan berita menciptakan opini yang dianggap benar padahal semula tidak benar. Ini hanya karena pemberitaan terus menerus, sehingga menciptakan opini sesat jadi benar dan sebaliknya. “Tugas Anda (media) adalah membenarkan yang benar, terutama pada bulan suci Ramadan,” kata dia.
Dia mengatakan amalan wajib Ramadan bisa mendapat pahala berlimpah, yang wajib bisa diganjar 70 kali lipat. Dia mengajak kerjasama antara MUI, media, dan stakeholder sehingga Ramadan yang datang tiap tahun bisa kondusif.
Hal Ini berangkat dari makna dan hikmah penting imsak (menahan diri) sebagai arti dan tujuan penting puasa. “Kenyataan di mana? Pertelevi dan surat kabar, begitu puasa justru iklan konsumstif, disertai dengan ucapan-ucapan yang tidak kondusif,” kata dia sembari kembali mengajak insan pertelevisian dan industri media bersama-sama mewujudkan kondusivitas Ramadan.
Sementara itu, saat menyampaikan materi, Kiai Cholil berpesan agar dai harus mempunyai standar sebagai dai agar memenuhi tiga hal yaitu yang pertama Islam wasathy, atau Islam moderat. Kedua, Islam yang seirama dengan NKRI, dan yang ketiga metode dakwah yang memberikan aspirasi sekaligus memberikan inspirasi.
“MUI terbuka memberikan masukan dan saran konstruktif kepada pelaku dan industria agar dakwah televisi berkualitas dan bermartabat,” ujar dia.
Ketua Pokja Media Watch dan Literasi Komisi Infokom MUI, Gun Gun Heryanto, mengatakan halaqah ini memiliki tiga tujuan. Pertama silaturahim lembaga penyiaran dengan MUI.
Kedua, membangun pemahaman bersama tentang konten siaran Ramadan yang berkualitas dan menguatkan peradaban umat. Ketiga, sebagai refleksi dan evaluasi dari tayangan siaran Ramadan tahun sebelumnya.
Dia juga menyampaikan halaqah ini berangkat dari fakta bahwa siaran Ramadan di TV tahun lalu masih belum mencerminkan keinginan bersama.
“Masih banyak terdapat pengaduan masyarakat terhadap siaran Ramadan terutama sejumlah program yang dianggap berisi hal yang kurang pas dari sisi regulasi, etika maupuan ajaran Islam” kata dia.
Dia mengatakan aduan masyarakat itu sebagai respons balik publik terhadap siaran Ramadan televisi yang mencerminkan adanya ketidaksinkronan antara isi siaran Ramadan dengan ‘suasana kebatinan’ Ramadan.
“Seharusnya, program siaran Ramadan menampilkan tayangan yang memang mendukung kekhusyukan menjalankan ibadah Ramadan,” ujar dia sembari mengajak lembaga penyiaran untuk bersama-sama menghadirkan tayangan atau konten Ramadan yang berkualitas.