JAKARTA — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar, mengungkapkan data ratusan pondok pesantren di Indonesia disinyalir berafiliasi dengan jaringan terorisme. Data itu diungkapkan mantan Kadiv Humas Polri itu saat menghadiri rapat kerja Komisi III DPR RI, Selasa (25/1).
“Ada 11 pondok pesantren yang menjadi afiliasi Jamaah Anshorut Khalifah, 68 pondok pesantren afiliasi Jamaah Islamiyah, dan 119 pondok pesantren afiliasi Anshorut Daulah atau simpatisan ISIS,” kata Boy Rafli Amar.
Merespons data yang diungkapkan Jenderal Polisi bintang tiga itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, Kiai Cholil Nafis, memminta ketegasan BNPT menindaklanjuti pernyataannya itu.
Menurutnya, selain ungkapan “afiliasi” yang ambigu meresahkan para pengasuh pesantren, kiprah kepesantrenan pun menjadi ternodai, lebih-lebih telah membuat para orang tua santri merasa tidak nyaman dan cemas dengan putra-putrinya yang saat ini menuntut ilmu di pesantren.
“Apa definisi afiliasi. Ini pernyataan yang meresahkan pengelola dan pengasuh pesantren,” ujar Cholil dalam akun Twitter pribadinya, Jumat (28/1).
Isu serupa sebenarnya bukan hanya sekali ini mencuat ke publik. Sudah terhitung sejak tahun 2012 lalu, pesantren sering disinyalir menjadi ladang kaderisasi gerakan terorisme. Hal itu disebabkan doktrin agama sebagai latar (Backround) kepesantrenan sering menjadi kedok jaringan terorisme.
Oleh karena itu, Kiai Cholil meminta BNPT agar ungkapannya itu tidak hanya sekadar narasi, tetapi ada tindak ketegasan sebagai bentuk penanggulangan. Dia menyebut, keberadaan pesantren saat ini erat kaitannya dengan izin perundang-undangan.
“Kalau memang terpapar terorisme yang melanggar UU, maka cabut saja izinnya atau diproses secara hukum. Kalau narasi beginian di publik cuma bikin cemburu dan tak enak hati,” papar Cholil. (A. Fahrur Rozi/Angga)