JAKARTA–Kementerian Agama (Kemenag) RI mengajak lulusan standarisasi dai Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk berdakwah bukan hanya melalui masjid dan majelis-majelis taklim, melainkan terlibat aktif dan intensif berdakwah di media sosial.
Hal ini disampaikan oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag RI, Prof Kamaruddin Amin, dalam Multaqa Duat Nasional dan Wisuda Akbar Standarisasi Dai MUI Angkatan IV sampai X yang bertajuk: Peningkatan Kualitas Dakwah untuk Mewujudkan Khaira Ummah Komisi Dakwah MUI tahun 2022.
“Karena kalau tidak, maka otoritas keagamaan akan direbut oleh mereka yang belum tentu memiliki paham keagamaan seluas dan semendalam seperti bapak ibu sekalian, ” ujarnya di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Ahad (23/1).
Prof Kamuruddin Amin melihat, demografi Indonesia dipenuhi oleh penduduk berusia 40 tahun ke bawah yang secara aktif menggunakan media sosial. Dengan rincian anak milenial yang lahir dari tahun 1880 sampai 1996 berjumlah 25 persen, dan generasi Z yang lahir dari tahun 1997 sampai 2012 berjumlah 26 persen.
“Jadi, lebih dari 50 persen anak-anak Indonesia itu berumur dibawah 40 tahun dan semua ini menggunakan instrumen media sosial untuk berkomunikasi dan berinteraksi, ” tambahnya.
Sehingga, menurut dia, tidak ada alasan bagi para mubaligh untuk tidak terlibat dan menjangkau mereka melalui media sosial. Ia berharap, para mubaligh yang telah distandardisasi oleh MUI ini bisa memainkan peran yang sentral dan fundamental dalam melihat, memahami, dan mengawal potensi besar ini.
Selain itu, ia juga mengungkapkan program Kemenag dalam upaya meningkatkan kompetensi penceramah agama dengan muatan kontennya yaitu mengenai wawasan kebangsaan dan moderasi beragama yang bekerja sama dengan Lemhanas, BPIP, dan MUI untuk mengisi muatan konten tersebut.
“Dua hal ini menjadi yang sangat penting. Kami menyadari bahwa penceramah-penceramah kita di Indonesia sesungguhnga sedang berkontestasi. Kita sedang berlomba untuk mempromosikan nilai-nilai agama yang wasathiyah, ” ungkapnya.
Dalam program ini, ia menyebut, telah mencetak 8000 peserta. Ia berpesan kepada para dai agar materi ceramah yang disampaikan berisi ajakan kepada masyarakat untuk meningkatkan mereka untuk terlibat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya.
“Jadi, materi kita tidak berisi atau berorientasi pada ibadah mahdloh atau akhirat saja yang sangat penting sekali. Tetapi bagaimana Islam, bagaimana ajaran agama ini bisa mengajak masyarakat untuk terlibat serta berkontribusi dalam kehidupan,” tuturnya.
Dia menjelaskan, sekarang ini terjadi peningkatan peran otoritas keagamaan yang sangat tajam. Ia menambahkan, para penceramah yang diminati oleh masyarakat adalah mereka yang rajin dan intensif hadir mengisi ruang-ruang spiritualitas di media sosial.
Ia mengungkapkan, banyak para ulama yang memiliki pengetahuan yang luar biasa dalam, sangat mumpuni dan otoritatif berbicara mengenai agama tetapi umatnya tidak banyak dikarenakan manfaat yang disampaikan tidak dinikmati oleh masyarakat karena masih berdakwah secara konvensional.
Untuk itu, kata dia, pemerintah dan ormas-ormas Islam khususnya MUI diharapkan bisa mendesain konten ceramah di media sosial agar bisa dirasakan oleh masyarakat.
“Sekarang ini, tidak bisa kita hindari lagi urgensinya dan semoga acara yang dilakukan oleh MUI ini bisa rutin. Intensitasnya bisa ditambah lagi supaya kita sebagai penjaga gawang, sebagai referensi, dan rujukan umat dalam beragama bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, ” tutupnya.
(Saddam Al Ghifari/Azhar)