JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Pengembangan Seni Budaya dan Peradaban Islam, KH Jeje Zaenudin mengatakan, Budaya Keindonesian dan Keislaman merupakan sesuatu yang menyatu.
“Islam adalah agama yang kita anut sebagai jalan hidup yang sejati dan abadi. Indonesia belahan bumi Allah yang dipilihkan kepada kita untuk hidup dan melaksanakan ajaran Islam di dalamnya,” ujarnya dalam Refleksi Budaya yang digelar oleh Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) MUI, Jumat malam (31/12/2021).
Sehingga, kata Kiai Jeje, umat perlu melahirkan kebudayaan peradaban yang Islami sekaligus yang Indonesianis. Oleh sebab itu, lanjutnya, idealisme dan cita-cita kebudayaan nasional juga harus menjadi bagian dari cita-cita kebudayaan Islam.
“Sehingga, tidak ada lagi upaya mendikotomikan apalagi membenturkan kebudayaan nasional dengan kebudayaan umat Islam dan sebaliknya,” tambahnya.
Kiai Jeje menjelaskan, untuk memajukan kebudayaan yang harmonis antara Keislaman dan Keindonesian maka paradigma kebudayaan harus dibingkai oleh teologis, filosofis, dan yang bersumber dari al-Quran dan al-Hadist.
Ditambahkan Kiai Jeje, dalam memajukan kebudayaan harus disertai bingkai yuridis konstitusi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, Kiai Jeje mengungkapkan, Islam yang dianut sebagian besar masyarakat Indonesia menjadi dasar dan sumber inspirasi dalam pembangunan dan perdaban umat Muslim.
“Telah terbukti bukan sekadar cita-cita idealisme yang utopis tetapi telah menjelma dalam bangunan kehidupan nyata di sepanjang umat manusia,” jelasnya.
Kiai Jeje yang juga Wakil Ketua Umum PP Persis ini mengungkapkan, Islam juga telah terbukti menjadi mercusuar yang menerangi dan memimpin kebudayaan dan peraban dunia beradab-abad lamanya.
“Alangkah naifnya jika masih ada pihak-pihak yang masih berfikir sinis. Bahwa menjadikan Islam sebagai basis inspirasi peradaban hanyalah seputar jarum jam kebelakang dan menarik diri dari kemajuan,” tuturnya.
Padahal, lanjutnya, Islam tempo dulu telah berhasil menyalakan obor peradaban yang menerangi kegelapan peradaban dunia.
“Yaitu peradaban Islam pada masa Khulafaur Rasyidin, kejayaan Daulah Umayyah, Daulah Abbasyiah, hingga Turki Utsmani,” pungkasnya. (Sadam Al-Ghifari/Angga).