JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis mengatakan, program standardisasi Dai MUI bertujuan untuk meningkatkan kompetensi, standarisasi, dan legalisasi para Dai.
Kiai Cholil menjelaskan, MUI harus menjadi payung dan tenda besar umat Islam untuk menyamakan persepsi agar menjadi medium bagi seluruh umat Islam. Untuk itu, kata dia, kompetensi Dai sangat diperlukan untuk bisa menyamakan persepsi tersebut.
“Dai yang baik akan menimbulkan persepsi yang baik, Dai yang buruk sudah pasti akan menimbulkan kesalahpahaman terhadap Islam,” ujarnya dalam Standarisasi Dakwah Angkatan 9 MUI, di Aula Buya Hamka MUI, Jakarta Pusat, Sabtu (18/12).
Kiai Cholil menuturkan, MUI berbeda dengan pemerintah yang mempunyai hak untuk memaksa dan mengikat. Untuk itu, lanjutnya, para peserta yang mengikuti standardisasi ini sesuai kesepakatan dan sukarela.
Perihal standarisasi, Pengasuh Ponpes Cendekia Amanah Depok, Jabar ini menjelaskan, hal itu bertujuan untuk meningkatkan para Dai agar menjadi profesional, akuntabel, dan kompeten di bawah naungan MUI.
Kiai Cholil mengungkapkan, bahwa nantinya para Dai yang telah lolos standardisasi ini mempunyai kesempatan untuk melakukan dakwah di lembaga penyiaran seperti televisi.
“Di Indonesia tidak ada yang mengikat tergantung artikulasi diri, tapi di lembaga penyiaran kami sudah ada MoU bahwa yang bisa mengisi di sana adalah yang mempunyai sertifikasi MUI,”tuturnya.
Dia mengakui, di Indonesia memang tidak aturannya, tetapi ada imbauan untuk menjaga agar tidak terjadi penyalahgunaan dan ketidakpantasan orang yang menjadi Dai.
“Memang tidak ada aturanya, tapi ada imbauan untuk menjaga penyalahgunaan dan ketidakpantasan orang menjadi Dai kemudian menjadi Dai,”jelasnya.
Kiai Cholil mengatakan, segala yang dilakukan oleh para Dai yang telah lulus standardisasi, akan menjadi tanggung jawab MUI.
“Jadi ada peristiwa hukum, kami bisa memberikan bantuan minimal sharing atau hal yang bisa kami tangani,” ungkapnya.
Kiai Cholil memberikan contoh, ada seorang Dai yang salah berbicara ketika menyampaikannya di televisi. Setelah itu, KPI menegurnya.
Merespons ha itu, Cholil mengatakan, saat itu Dai tersebut ia minta dibina saja oleh MUI. Tetapi, Kiai Cholil menegaskan, hal ini bukan berarti MUI menolong dan membantu sepenuhnya.
Kiai Cholil mengatakan, jika ada Dai melakukan kesalahan memang harus diberikan peringatan.
“Tapi kalau memang baik, tidak salah, kami akan melakukan pembelaan,” tegasnya.
Mengenai legalitas pada standardisasi dakwah MUI. Kiai Cholil menyebutkan bahwa kegiatan ini legal. Namun, kata dia, tidak menjadi instrumen negara, tetapi secara moral meningkat.
Standardisasi MUI ini akan menjadi ukuran para Dai untuk bisa menyampaikan dakwah di TV, Kementerian, atau lembaga.
Bahkan, standardisasi ini berguna untuk menyampaikan dakwah di negara-negara lain seperti Brunei Darussalam, Singapure, dan Malaysia.
Kiai Chalil mengungkapkan, hal ini pernah dialami oleh para ulama sebut saja Habib Nabiel Al-Musawa dan Ustad Dasad Latif.
“Dilarang ceramah karena tidak membawa sertifikat. Tapi dengan membawa sertifikat MUI, alhamdulillah diizinkan, di Singapura, di Brunei Darussalam, di Malaysia. Jadi, secara legalitas bisa digunakan,” pungkasnya. (Sadam Al-Ghifari/Angga)