Oleh : A Fahrur Rozi, Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Keberadaaan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menjadi bagian penting (sub sector) dalam pembentukan laju perekonomian nasional. Pengelolaan dengan entitas nilai-nilai keislaman menjadi potensi lebih dalam negara dengan mayoritas Muslim di dalamnya (syariah compliance).
Perekonomian berbasis keumatan ini tentu akan menjadi solusi permasalahan kesenjangan ekonomi piramida di tengah masyarakat (menguntungkan pihak elite). Pasalnya, orientasi kelembagaan LKS mewujud “jihad ekonomi” untuk mengentaskan umat dari tindasan sistem perekonomian yang acap kali memarginalisasi rakyat kecil dalam konstelasi percaturan ekonomi.
Konstelasi ekonomi, syariah dan konvensional, serta sistem perekonomian pemerintah membentuk polarisasi tersendiri dalam pengembangannya. Pemerintah dengan sistem pendanaan modal terhadap pengusaha besar dan elite(UMKM) dengan perhatian simpatik LKS terhadap pengusaha kecil yang tercekik, menjadi corak yang khas dalam dunia perkonomian.(Anwar Abbas, 2021).
Ekonomi syariah, dalam perkembangannya menjadi agak terhambat disebabkan kurangnya pemahaman secara konseptual terhadap asas-asas syariah yang mendasarinya. Di samping ekonomi konvensional yang lebih akrab kepada masyarakat, ekonomi syariah juga jarang digalakkan oleh para cerdik pandai keagamaan yang professional di bidangnya.
Kalau ditelisik, sebenarnya ada banyak pihak dan lembaga, baik sosial maupun keagamaan, yang mampu menjadi alternatif dalam membumikan dan mensosialisasikan asas syariah dalam sistem perekonomian. Pesantren yang akrab dengan nuansa keagamaan yang dalam banyak kegaiatan secara pro-aktif mengikutsertakan khalayak di dalamnya, menjadi suatu peluang besar di mana sosialisasi ekonomi syariah akan menemukan ruang ekspresinya. (Toriquddin, 2016).
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Usaha Gabungan Terbadu (UGT) Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur, misalnya, menjadi representatif LKS (role model BMT) yang cukup berhasil dalam menjalankan misi ekonomi syariah. Dengan pengelolaan terpadu, nasib pengusaha mikro dan ultramikro bisa terselamatkan dari nasib pinjaman modal konvensional yang mencekik.
Demikian legalitas kelembagaan BMT Sidogiri yang dilatarbelakangi oleh maraknya praktik-praktik rentenir rakyat Desa Sidogiri sekitar 1993. Waktu itu, penyuluhan dilakukan dengan pemberian pinjaman tanpa bunga sebagaimana asas syariah, tanpa riba. Hal itu menjadi dorongan etis para sesepuh pesantren untuk membuka peluang usaha berikut pendanaan modal bagi rakyat setempat secara berkelanjutan.
Hingga saat ini, BMT Sidogiri masih terus eksis dalam mengawal perkembangan ekonomi syariah, termasuk di era pandemi Covid-19. Salah satu program yang banyak diminati nasabah, di ntaranya, yakni Modal Usaha Barokah (MUB) yang memuat asas syariah bagi hasil (mudharabah/musyarakah). Program ini masih terus berkelanjutan di tengah pandemi dengan melakukan pendampingan-pendampingan.
Wabah Covid-19 telah banyak berimplikasi terhadap struktur perekonomian, baik konvensional, utamanya syariah. Konsisitensi ekonomi syariah akan terus diuji dalam dinamika perubahan yang berlangsung. Saat ini, Ekonomi Indonesia mengalami penurunan secara masif, baik di sektor ekspor-impor, pertumbuhan ekonomi yang hanya berkisar -1 persen atau nilai mata uang Rupiah yang terus anjlok dengan dolar Amerika Serikat.
Pemangku kepentingan harus mampu merestrukturisasi sistem perekonomian untuk tetap menjaga stabilitas ekonomi di tengah pandemi. LKS di sini mengambil bagian besar dalam pemulihan ekonomi nasional melalui tarnsformasi struktural terhadap peningkatan produktivitas, stabilitas keuangan, dan inklusivitas pertumbuhan berkelanjutan.
Strategi perekonomian baru mulai digalakkan. Ketua Komite Bidang Sosial dan Komunikasi Asosiasi Bank Syaraiah Indonesia (Asbisindo), Indra Falatehan, memaparkan lima strategi dalam memulihkan perekonomian Indonesia.
Pertama, mitigasi risiko, di mana terdapat kualifikasi secara khusus dalam membaca ancaman usaha sehingga berbagai risiko yang mengakibatkan LKS mengalami kemacetan dalam hal pengelolaaan, bisa diminimalisir secara sistematis dan terstruktur. Dengan ini, pertumbuhan ekonomi terhadap usaha yang diasumsikan memiliki potensi masih akan berkembang masih bisa dipertahankan.
Kemudian digitalisasi layanan di mana akses pelayanan secara virtual harus lebih dimaksimalkan, melakukan pendampingan kepada pengusaha UMKM dengan bimbingan digitalisasi segmen usaha agar bisa tetap hidup di tengah pandemi. Kondisi ini menuntut LKS terus mencanangkan inovasi dan kreativitas baru sebagai bentuk reflektisitas terhadap kondisi pandemi.
Lima strategi itu telah dicanangkan dalam tata pengelolaan keuangan syariah. LKS telah memberikan sumbangsi besar dalam pemulihan ekonomi nasional dengan tetap memperhatikan nasib pengusaha mikro dan ultramikro. Berdasarkan data OJK yang penulis peroleh, tercatat industri keuangan syariah secara konsisten tetap tumbuh positif hingga memasuki 2021.(A. Fahrur Rozi/ Nashih)