JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) provinsi Riau menggelar Workshop Literasi Media Multiplatform, pada Jumat (17/12).
Acara tersebut merupakan yang pertama. Tujuannya, untuk merespons dan meneruskan ikhtiyar yang dilakukan oleh MUI Pusat.
Demikian disampaikan oleh Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) MUI, Drs. Mabroer dalam sambutan acara “Workshop Literasi Media Multiplatform”. Kata Mabroer, provinsi Riau sangat potensial untuk menyebarkan Islam Wasathiyah.
“Terselenggaranya acara ini menjadi bukti bahwa Riau mampu menjadi imam untuk gerakan mujahid digital dari berbagai provinsi di Indonesia,” jelas Ketua Infokom MUI.
Mabroer berharap, melalui acara tersebut MUI dapat melahirkan para mujahid digital yang mampu meluruskan informasi yang bersifat fitnah, hoax, kebencian, adu domba yang belakangan marak bertebaran di dunia digital.
Selain itu, menurutnya tugas kedua bagi para mujahid digital adalah untuk menjadikan Islam wasathiyah sebagai produk media mainstream. Tidak sekadar hadir di dunia nyata tapi juga mewarnai dunia maya atau digital.
Atas dasar itulah, MUI memilih untuk jadi pelopor dalam konteks mencetak para mujahid digital. Dalam setiap kegiatan yang dilakukan, MUI tetap berupaya menggali potensi yang mereka miliki.
“Masih banyak informasi di Medsos yang perlu kita luruskan, sebab konten-konten yang tersebar hampir 80% masih berisi hoax serta kurangnya sumber terpercaya untuk memvalidasi informasi tersebut,” katanya.
Mabroer menjelaskan, saat ini masyarakat Indonesia memiliki minat tinggi terhadap ilmu keagamaan. Namun demikian, di saat bersamaan semangat keagamaan yang tinggi itu tidak dibarengi dengan narasi dan konten yang bermuatan moderat.
Menurut Mabroer, realitas itu menjadi tugas bersama MUI untuk menjadi bagian strategis memproduksi konten dakwah moderat.
“Guna menghalau konten keislaman yang ekstrem serta cendeung radikal,” tambahnya.
Mabroer optimis, jika semakin banyak jamaah yang paham dengan ajaran Islam wasathiyah, maka makin banyak produksi konten yang dihasilkan oleh para mujahid digital.
“Alhasil, Islam wasathi tidak hanya ditemui dan dipenuhi pada setiap sudut masjid-masjid, namun juga mampu mewarnai jagad maya atau digital,” pungkas Mabroer. (Isyatami Aulia/Angga)