JAKARTA—Wakil Ketua Umum MUI Pusat, Buya Anwar Abbas, mencemaskan nasib pengusaha mikro dan ultramikro yang lepas dari perhatian bersama, termasuk pemerintah. Hal itu dia sampaikan saat memberikan sambutan dalam acara Pembukaan Expo UMKM Halal MUI 2021 pada Senin (06/12). Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian dari Kongres Ekonomi Umat 2 yang digelar MUI Pusat.
“Negara harus tampil karena tugas negara kita melindungi rakyat. Saya tidak melihat negara terlalu menonjol dalam memperhatikan pengusaha mikro dan ultramikro. Saya melihat bahwa pemerintah memang memberikan konsen kepada usaha besar, usaha menengah dan usaha kecil. Namun tidak bagi usaha mikro dan ultramikro yang berjumlah 98%,” ungkapnya.
Dia menyampaikan, masalah usaha mikro dan ultra mikro memang kapasitasnya untuk menjadi bankable (bisa mendapatkan pendanaan bank). Namun masalah itu harus lekas diselesaikan karena jumlah usaha mikro dan ultra mikro yang jumlahnya begitu besar di Indonesia.
Selama ini, kata dia, dana besar lebih mengalir kepada pengusaha besar dan raksasa yang jumlahnya sedikit. Memang pemberian modal yang besar kepada pengusaha besar lebih aman risiko bagi perbankan, namun porsi kepada usaha mikro dan ultra mikro tetap harus diberikan.
“Usaha mikro dan ultramikro yang berjumlah sekitar enam juta tidak mendapatkan alokasi pembiayaan karena tidak terbaca dalam dunia kewirausahaan pemerintah,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menyampaikan, Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat (KPEU MUI) juga memiliki tanggung jawab besar menjembatani masalah ini. KPEU dapat melatih sisi legalitas usaha mikro dan ultra mikro sehingga bisa mendapatkan suntikan modal. Dengan begitu maka pengusaha mikro dan ultra mikro ini bisa mendapatkan dana segar untuk menjalankan dan membesarkan usahanya.
“Hal itu menjadi sangat penting ketika sebagian besar mereka mendapatkan modal dari pinjaman online dan rentenir yang biaya pengembalian bunganya begitu tinggi,” katanya.
Menurutnya, tumbuhnya kepedulian bersama terhadap usaha mikro dan ultra mikro akan menuntaskan ketimpangan sosial-ekonomi masyarakat. Selama ini, struktur sosial-ekonomi masyarakat berbentuk piramida dengan kelompok kaya yang sangat sedikit dan kelompok miskin banyak. Ini menumbuhkan kelompok elit yang sangat berpengaruh dan menyuburkan ketimpangan.
Buya Anwar menyampaikan, bentuk piramida seperti ini harus berubah menjadi kelas menengah yang semakin banyak jumlahnya dan kelas bawah yang semakin berkurang. Meski begitu, tidak boleh hanya berhenti dengan kelas menengah yang semakin banyak saja karena akan terjebak sebagai “middle income trap” country, sebuah negara yang terjebak nyaman sebagai kelas menengah dan tidak bisa melompat menjadi negara maju.
“Pelatihan ini menjadi langkah awal mengentaskan ketimpangan sosial dan ekonomi masyarakat. Dengan memperhatikan usaha mikro dan ultramikro, struktur sosial dari bentuk piramida yang hanya menguntungkan kelompok tertentu akan bertransformasi kepada bentuk ketupat yang saling melengkapi,“ ujarnya. (A. Fahrur Rozi/Azhar)