JAKARTA – Beberapa tahun ini, penerapan manajemen berbasis digital sedang menjadi tren di lingkungan lembaga publik, jasa dan bisnis, ataupun organisasi kemasyarakatan. Hal tersebut juga diterapkan dalam pengelolaan wakaf di Lembaga Wakaf Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sekretaris Lembaga Wakaf MUI, Guntur Subagja Mahardika mengatakan, penerapan manajemen berbasis digital tersebut didasari pada adanya perubahan paradigma sejak tahun 2000-an yang disebut megatren. Megatren ditandai dengan terjadinya perubahan pada cara kehidupan masyarakat dan perubahan pada teknologi.
“Megatren adalah transformasi terhadap perubahan teknologi dan kehidupan masyarakat. Kita mengenal saat ini ada revolusi industri satu sampai empat, bahkan sekarang sudah memasuki yang kelima,” ucap Guntur dalam webinar bertajuk “Manajemen Wakaf Berbasis Digital Untuk Tingkatkan Produktivitas dan Akuntabilitas Publik” pada Selasa, 2 November 2021.
Webinar ini digelar atas kerjasama MUI dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Selain megatren, ada juga perubahan lain yakni tren teknologi yang dimulai sejak 1990 yang ditandai dengan kemunculan internet. Kemunculan internet mengubah perilaku masyarakat dengan beralih ke layanan digital, terutama ketika pandemi Covid-19 melanda dunia.
“Yang menarik selama pandemi covid ada perubahan konsumen yang dilakukan secara sporadis dan masif, di mana konsumen tidak lagi bersikap atau berperilaku melakukan transaksi secara langsung, tetapi melalui digital seperti pembayaran e-money, virtual. Berhubungan pun melalui media sosial dan sarana interaksi lainnya,” ujarnya.
Pria yang juga Asisten Staf Khusus Wakil Presiden itu menjelaskan, perubahan perilaku masyarakat dan teknologi inilah yang melandasi MUI mengupayakan manajemen berbasis digital dalam mengelola wakaf. Tujuan utamanya ialah MUI ingin mengembangkan wakaf sebagai gerakan dakwah dan juga penguatan ekonomi umat.
Dalam pemaparannya, ia menyebut terdapat lima hal yang harus diupayakan dalam menerapkan manajemen wakaf berbasis digital.
Pertama, mempermudah donasi. Dengan mempermudah cara berdonasi, masyarakat tidak lagi harus mendatangi lembaga wakaf secara langsung.
“Mempermudah masyarakat berdonasi. Bisa didemokan di lembaga wakaf MUI tidak perlu lagi nanya norek (nomor rekening). Sekarang cukup melihat barcode, di-scan, udah langsung tinggal ditransfer berapa donasi yang akan diberikan,” jelasnya.
Kedua, akuntabilitilas pengelolaan keuangan, yakni bagaimana laporan keuangan dikelola secara akuntabel. Ketiga, publikasi berbagai kegiatan melalui sosial media. Keempat, menyampaikan program-program yang akan dikerjakan. Kelima, perlunya ada sistem informasi yang padu, termasuk database.
Pria lulusan Universitas Indonesia tersebut menerangkan bahwa MUI telah menerapkan manajemen wakaf berbasis digital sejak sebulan lalu. Sehingga kini masyarakat dapat dengan mudah bertransaksi dalam urusan wakaf.
“Bagaimana Lembaga Wakaf MUI menerapkan itu? Sudah sejak sebulan lalu Lembaga Wakaf MUI sudah bisa bertransaksi secara digital baik melalui barcode ataupun melalui mobile banking,” terangnya. (Dimas Fakhri Br/Angga)