JAKARTA – Setelah melandainya kasus Covid 19, semua sektor kehidupan kembali berbenah untuk meningkatkan kemerosotan yang terjadi. Salah satunya yang dilakukan oleh Pemprov Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu dengan menginisiasi industri kerakyatan.
Hal tersebut disampaikan oleh Nuryanti selaku Kepala Dinas Perindustrian NTB pada webinar “Mendorong Kebangkitan Ekonomi Umat di Era Pandemi Melalui Kawasan Industri Halal 5.0 di Nusa Tenggara Barat”, yang diselenggaran oleh KPEU MUI yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Selasa (19/10).
Nuryanti menjelaskan, terdapat program unggulan yang sedang gencar dilakulan oleh Pemprov NTB yaitu industri kerakyatan. Program tersebut tidak identik dengan pabrik ataupun investasi besar, tetapi merupakan upaya pemerintah NTB untuk memfasilitasi masyarakat melalui produknya sendiri.
“Pemprov NTB semaksimal mungkin melakukan program industri kerakyatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden RI, bahwa saat Covid-19 ekonomi harus tetap menggeliat. Karenanya Gubernur NTB berinisiatif membagikan paket JPS Gemilang tidak berupa uang, tapi berupa produk UMKM masyarakat” jelas Kepala Dinas Perindustrian NTB ini.
Dijelaskan Nuryanti, pembagian bantuan bukan berupa uang tersebut hasilnya dapat dirasakan oleh pemilik usaha UMKM yang mampu bertahan kala pandemi. Hal tersebut juga selaras dengan jargon yang dimiliki oleh Pemprov NTB yaitu “Industrialisasi: dari NTB Indonesia”.
Nuryanti menambahkan, setiap produk yang akan dipasarkan harus memiliki pondasi yang kuat. Terdapat empat pondasi yang disebutkan yaitu kemampuan SDM, ketersediaan bahan baku, standarisasi produk, dan penggunaan teknologi untuk proses industri.
Sebagai provinsi yang terkenal dengan sebutan seribu masjid dan sejuta sapi, Pemprov NTB terus melakukan peningkatan industri baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitas.
Adapun beberapa industri prioritas yang tengah digarap, disebutkan Nuryanti seperti industri pangan, industri hulu agro, industri hasil pertambangan hingga industri kimia farmasi.
“NTB sudah mulai mengelola produk berbahan dasar sapi menjadi sate rembige. Karenanya kami tidak hanya melakukan ekspor sapi, tetapi juga pengolahan bahan dasar menjadi kuliner setempat yang sedang kami upayakan. Tak hanya sate rembige, namun ayam taliwang dan kuliner lainnya dalam masa penelitian untuk terus diinovasikan agar mampu bertahan selama 6 bulan bahkan 1 tahun masa simpan produk” katanya.
Hal tersebut dilakukan karena pengolahan bahan dasar seperti sapi dan ayam menjadi produk baru akan memicu munculnya industri turunan. Misalnya saat pemilik UMKM memproduksi sate rembige dalam porsi besar dan sudah memiliki jangkauan pasaran yang luas, maka pakan sapi dan teknologi pengolahan lainnya akan sangat dibutuhkan.
Karenanya akan muncul industri turunan lain seperti pakan sapi, serta mesin pendukung produksi yang mampu dikembangkan oleh masyarakat NTB melaui IKM ataupun UMKM.
Nuryanti juga menjelaskan bahwa Pemprov NTB mulai menginisiasi 100 desa industri untuk menunjang keberlangsungan program 100 desa wisata yang sebelumnya telah direalisasikan.
Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan industri tersebut diperlukan standarisasi yang telah ditetap oleh Pemprov, baik dari kehalalan produk sampai merk hak paten.
“Kami sangat mendukung program dari KPEU MUI Pusat mengenai Koperasi Demi Umat. Karena hal tersebut selaras dengan program yang sedang gencar kami lakukan untuk meningkatkan kualitas ekonomi di Nusa Tenggara Barat” ujar Nuryanti.
(Isyatami Aulia/Angga)