JAKARTA –- Salah satu tantangan berat mengakhiri pandemi Covid-19 adalah memerangi persebaran informasi yang keliru dan membahayakan. Dalam hal ini, hoaks dan infodemi adalah dua penyakit berbahaya yang membanjiri ruang media digital.
Dosen Antropologi Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya menyampaikan bahwa hoaks dan infodemi adalah dua dharurah yang harus kita lawan. Menurutnya, setiap informasi yang kita terima tidak boleh ditelan begitu saja.
“Problem kita (hoaks) terdapat pada alqur’an yang berbunyi: إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا , bila ada informasi yang masih diragukan maka perlu bagi kita atau kamu sekalian bertabayyun, cross-check, check and recheck. Tidak semua (informasi) ditelan bulat-bulat,” ucapnya pada webinar Literasi Pandemi dan Pemulihan Ekonomi kerjasama antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Selasa (5/10).
Dua masalah tersebut terjadi selama masa pandemi Covid-19. Informasi mengenai virus dan kesehatan secara masif membanjiri ruang digital. Ia menyebut, hal ini menyebabkan terjadinya infodemi di tengah masyarakat global, yakni kondisi di mana informasi tidak sehat tersebar luas secara bebas.
“Infodemi (adalah) bersebarnya informasi-informasi yang tidak menyehatkan. Informasi yang menjadi penyakit yang menyebar secara global,” ujarnya.
Kemal Fasya menyebut, masifnya infodemi di tengah masyarakat berhubungan dengan terjadinya lonjakan pengguna internet di Indonesia selama pandemi. Tahun ini terdapat sebanyak 202 juta pengguna dibanding tahun 2019 yang mencapai 196 juta pengguna. Dari data itu, lanjutnya, sebanyak 75% penduduk Indonesia selama pandemi menghabiskan sebanyak delapan jam per hari untuk berinternet, yang sayangnya menjadi masalah karena tidak diimbangi dengan kematangan literasi digital.
“Problem penggunaan internet (yakni) situasi yang tidak seimbang atau ekuivalen. Preferensi perilaku pengguna internet sebagian besar tidak menumbuhkan kematangan dalam literasi digital,” jelasnya.
Tingginya tingkat penggunaan internet penduduk Indonesia, menurut kolumnis yang sering mengisi rubrik di berbagai media nasional itu, sedikit demi sedikit dapat terpapar hoaks. Sebabnya, karena preferensi perilaku pengguna internet tidak mengkonsumsi informasi dari sumber-sumber yang cukup valid. Akibatnya, masyarakat menjadi minim akan literasi digital.
“Di dunia sekarang ada banyak teks masuk grup whatsapp. Yang sebagian besar adalah junk news atau sampah-sampah berita atau fake news. Bahkan kelompok terdidikpun sudah tidak bisa mengenali mana yang disebut sebagai fakta, mana yang opini,” tuturnya dalam penyampaian materi berjudul ‘Hoax dan Infodemi di Era Supra Literasi: Cara untuk Melawannya’ itu.
Karenanya, begitu Kemal Fasya menyimpulkan dengan menyitir ucapan Antonio Guterres, perang terhadap wabah Covid-19 sekarang ini bersamaan dengan perang terhadap wabah informasi terkait kesehatan.
“Keduanya (wabah Covid-19 dan wabah informasi) sama-sama berbahaya,” ungkapnya.
Lima Prinsip Menangkal Hoaks dan Infodemi
Untuk melawan masifnya persebaran hoaks dan infodemi tersebut, lelaki lulusan UIN Sunan Kalijaga itu mengatakan perlu membangun agar tetap awas dengan memperhatikan lima prinsip berikut:
Pertama, bersikap rasional, yakni jangan emosional dalam membaca dan mencerna informasi.
Kedua, detail, yakni periksa struktur kalimat, fakta, data yang digunakan apakah sudah benar atau justru terdapat misinformasi dan disinformasi.
Ketiga, bersikap objektif, jangan sampai karena kesamaan atau perbedaan pandangan membuat kita menjadi subjektif dan mempercayai informasi begitu saja.
Keempat, mempertimbangkan konsekuensi dan risiko, harus perhatikan bahwa read before sharing, caring before sharing.
“Perhatikan peduli sebelum kalian menyebarkan sesuatu. Karena ketika kita sebar (informasi) itu, dan yang kita sebar adalah ibadah namimah (mengadu domba), yang dalam bahasa sekarang disebur hoaks iu sama aja dosanya seperti memakan bangkai saudara kita sendiri. (Kesadaran) itu yang harus dibangun,” jelasnya
Kelima, interdisciplinary, belajar banyak hal-hal yang lain di luar spesial disiplin ilmu kita agar tidak tertipu dan terhindar dari hoaks. (Dimas Fakhri Br/Din)