JAKARTA– Narkoba sebagai zat adiktif digolongkan sebagai obat-obatan yang penggunaannya hanya diperbolehkan dalam urusan medis. Penggunaan narkoba di luar medis dapat membahayakan siapapun, tidak jarang banyak penggunanya terjangkit ketergantungan dan perlu direhabilitasi untuk kembali pulih.
Hal itu menjadi sorotan dalam acara Mudzakarah dan Rakernas Ganas Annar (Gerakan Nasional Anti Narkoba) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat pada Kamis (30/9).
Dra. Dewi Khoer Mulyana, pemimpin Pondok Inabah 2 Putri, Ciamis, Jawa Barat itu berbagi cerita cara praktik rehabilitasi berbasis pendekatan spiritual di lingkungannya. Konsep rehabilitasi berbasis pendekatan spiritual itu meliputi mandi, shalat, dan dzikir.
“Yang pertama kali (ketika) KPN (Korban Penyalahgunaan Narkoba) begitu datang ke pondok Inabah ini, (langsung) melaksanakan rehabilitasi dengan pendekatan spiritual di antaranya mandi, shalat, dan dzikir.
Tujuannya adalah untuk kembali kepada Allah. Untuk sehat jasmani dan rohani,” tutur perempuan yang juga relawan Asosiasi Rehabilitasi Sosial Narkoba Indonesia (AIRI) itu.
Rehabilitasi narkoba tersendiri adalah usaha memulihkan pecandu narkoba untuk kembali hidup sehat jasmaniah dan rohaniah. Sehat dalam arti sehat secara fisik, psikologi, sosial, dan agama (keimanan).
“Dengan kondisi tersebut diharapkan mereka dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, sekolah, tempat kerja, dan lingkungan sosialnya. Itu menurut Profesor Doktor Dadang Hawari,” jelasnya.
Perempuan yang telah memimpin Pondok Inabah 2 Putri itu mengaku, sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhori di bawah ini adalah dasar dari perlunya rehabilitasi pada pecandu narkoba.
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
Artinya: Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung) (HR. Bukhori no. 52 dan Muslim no. 1599).
“Semua korban penyalahgunaan NAPZA ini kalau hatinya baik, insyaAllah perbuatannya juga baik. Tidak akan terjerumus ke dunia penyalahgunaan narkoba. Tapi kalau hatinya rusak, tentunya ini akan mudah sekali terpengaruh,” terangnya melalui video konferensi Zoom.
Menurutnya, pengaruh narkoba tidak pandang bulu. Sebagaimana syaitan berjanji kepada Allah akan menggoda manusia dari berbagai arah.
Selanjutnya, proses dalam merehabilitasi pecandu memperhatikan beberapa arahan, seperti; pertama, klien diperlakukan sebagai pemabuk (sukaro) yang dapat disadarkan melalui mandi tobat, bersuci, dan berwudhu.
Kedua, mewajibkan pecandu untuk menghayati dan mengamalkan syariat Islam di antaranya ialah shalat. Meski ada saja klien yang tidak mengikuti arahan tersebut, ia berprinsip proses rehabilitasi memang perlu dilakukan dengan penuh kesabaran.
Ketiga, klien diwajibkan menghayati dan mengamalkan dzikir. Prosesnya biasa berlangsung lewat arahan guru mursyid yang mentalqinkan dzikir.
Ia pun bercerita, pemberian nama Inabah pada pondok yang ia pimpin merupakan pemberian dari tokoh pemimpin Pesantren Suryalaya, yakni Abah Anom. Dengan mengacu pada Surat Luqman ayat ke-15 yang mengartikan kata Inabah dari asal kata anaba-yunibu (mengembalikan).
“Pondok Inabah ini diberi nama oleh Abah Anom berdasar surah Luqman ayat ke-15,” ungkapnya.
(Dimas Fakhri Br/Angga)