JAKARTA – Dosen Luar Biasa Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada (Fapet-UGM), Prof Winugroho, mengatakan Koperasi Demi Umat dan Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI), mempunyai peran strategis dalam mewujudkan Indonesia menjadi lumbung pangan pada 2045.
Hal ini disampaikan Prof Winugroho dalam dialog kebangkitan ekonomi umat dengan tema, ‘’Konsep Peternakan dari Hulu ke Hilir di Kawasan Industri Halal UMKM 5.0’’. Sabtu (25/9).
Menurutnya, untuk mewujudkan hal ini diperlukan sinergitas antara komunitas dan industri.
Prof Winugroho menyebutkan, industri yang melibatkan komunitas seperti koperasi akan efektif untuk mencapai visi Bersama, terutama dalam mengembangkan potensi ekonomi umat.
Selain itu, kata dia, kualitas tanah sangat berpengaruh terhadap upaya pengembangan ekonomi umat.
“Amerika tanahnya kering, setelah ada peternakan hasilnya luar biasa, termasuk Australia yang bagian tengah, ada tanaman dan ternak menjadi subur dan mempengaruhi produksi sehingga bisa mengekspor,’’paparnya.
Dia menuturkan, jika tanah bagus dan kualitasnya subur maka akan menghasilkan generasi yang bagus. Ia juga mengingatkan, bahwa manusia diciptakan dari sari pati tanah.
Prof Winugroho juga sempat menyinggung masalah stunting dan kemiskinan di Indonesia. Ia menyayangkan sampai saat ini jumlahnya masih cukup tinggi.
‘’Stunting kita tinggi 27 persen, kemiskinan masih 0,4, isu perubahan iklim global jadi ancaman bagi kita,’’ ujarnya.
Prof Winugroho juga melihat Indonesia mempunyai peluang besar dalam mengembangkan peternakan Sapi meskipun belum dimaksimalkan.
Ia menuturkan, di Kalimantan Selatan mempunyai limbah surit 300 metrik ton, yang bisa memberikan makanan untuk 15 ribu ekor sapi BX dari Australia yang bobotnya mencapai 400 kg dan 20.000 ekor sapi Bali atau Madura.
‘’Jadi, potensi desa emas sapi sekitar kilang sawit menjadi bagus banget dan sangat dibutuhkan oleh Indonesia karena kita sampai sekarang masih impor 700 ribu sapi dari luar, kita mempunyai makanan sapi dan bisa mendatangkanya, ini potensi betul,’’jelasnya.
Selain itu, kata Prof Winugroho, permasalahan peternakan sapi di Indonesia yakni ratusan ribu sapi betina dipotong, bahkan, 90 persen sapi bali yang dipotong adalah betina. Solusinya dengan ownership dan atau pindah betina ke sumber pakan.
‘’Sapi betina produktif yang mau dipotong kita beli dari sumber atau kantong ternak dari NTB, NTT, atau dari Bali. Sapi dipindahkan ke daerah potensial sumber makanan sapi untuk bisa beranak pinak. Sapi lokal bisa sampai 12 kali beranak sementara sapi luar satu dua kali saja kadang suka sulit,’’ungkapnya.
Oleh karena itu, dia berharap Koperasi Demi Umat berbasis komunitas yang merupakan binaan KPEU MUI, bisa mengatasi persoalan satu demi satu. Jika tidak, lanjutnya, Indonesia bisa terus mengimpor sapi, karena kalah produksi yang dilakukan negara lain.
‘’Sapi Bali tinggal 400 ribu, negara tetangga punya 2 juta sapi Bali, lama-lama kita bisa impor dari Malaysia,’’pungkasnya.[Sadam Al-Ghifary/Angga]