JAKARTA– Salah satu masalah serius yang selalu mengundang perhatian publik adalah masih maraknya kasus kekerasan seksual pada anak. Laporan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melalui sistem informasi online (Simfoni-PPA) hingga September tahun 2021, tercatat ada 11.419 kasus kekerasan pada anak terjadi di seluruh Indonesia. Dengan rincian korban laki-laki mencapai 2.444 orang dan mayoritas korban perempuan sebanyak 9.914 orang.
Dari sebelas ribuan kasus kekerasan yang terjadi itu, jenis kasus kekerasan yang paling sering terjadi adalah kekerasan seksual, dengan jumlah 4.551 kasus, diikuti kekerasan fisik dengan sebanyak 4.161 kasus.
Mengapa kasus kekerasan seksual pada anak masih terjadi? Apa itu kekerasan seksual pada anak?
Pedofilia Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang berupa kekerasan seksual pada anak disebut pedofilia. Pedofilia secara bahasa berasal dari dua padanan kata, yakni Pais yang berarti anak-anak dan philia yang berarti cinta atau suka. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikannya sebagai “kelainan seksual yang menjadikan anak-anak sebagai objek seksual”.
Sedang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pedofilia diartikan sebagai “perbuatan cabul yang dilakukan seorang dewasa dengan seorang di bawah umur”.
Dr. Lisa J. Cohen, seorang psikolog asal New York dalam Journal of Psychiatric Practice mengatakan pedofilia sebagai salah satu penyakit parafilia, yakni semacam ganguan kejiwaan atau gangguan perilaku seksual yang gejalanya dapat berujung masuk dalam tindakan kriminal, seperti kekerasan seksual.
Karena bahaya dan ancaman dari perilaku semacam ini sangat serius, maka tidak boleh kita anggap remeh. Apalagi dalam Islam, hal tersebut termasuk dalam perbuatan keji dan mungkar.
Ancaman Siksa Berat
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, mengatakan bahwa Islam sangat mengutuk perilaku pedofilia. Perilaku predator manusia yang menarget anak kecil tersebut sangat mengancam kejiwaan dan masa depan korban, padahal ancaman siksa neraka bagi pelaku pedofilia sangat berat.
“Ya saya lihat kalau dari hadits مَنْ قَبَّلَ غُلَامًا بِشَهْوَةٍ عَذَّبَهُ اللهُ تَعَالَى فِى النَّارِ أَلْفَ سَنَةٍ , kalau orang mencium dengan syahwat pun itu disiksa seribu tahun di api neraka. Betapa Islam mengutuknya pedofilia itu,” ucapnya melalui Whatsapp pada Kamis sore (9/9).
Kiai Cholil juga mengungkap bahwa hukuman yang paling tepat bagi pelaku pedofilia disamakan dengan pelaku zina. Para sahabat sepakat hukumannya ialah hukuman mati, sebab pelaku pedofilia lebih kejam dari perzinahan.
“Karena tidak saja mereka melanggar penggunaan seksual, tetapi juga penyalahgunaan karena (mengincar) anak-anak,” lanjutnya.
Kiai kelahiran Madura, Jawa Timur itu juga mengutip hadits nabi yang berkaitan dengan pedofilia, yakni:
“مَنْ لَاطَ فِيْ غُلاَمٍ أَصْبَحَ فِيْ قَبْرِهِ خِنْزِيْرًا”
“Orang yang menyodomi anak, maka nanti dia di kuburannya dia jadi babi. Jadi betapa beratnya (hukuman bagi pedofilia) dalam pandangan Islam itu,” terangnya.
Kiai Cholil berpendapat, hukuman bagi pedofilia harus bisa membuat efek jera, dan juga membuat orang takut untuk melakukannya.
Mengenai upaya bagaimana Islam dalam memulihkan korban pedofilia, Kiai Cholil berujar pentingnya memberi motivasi dan pendampingan bagi para korban.
Pandangan Pengasuh Ponpes Cendekia Amanah, Depok, Jawa Barat ini, umat Islam perlu menanamkan pendidikan karakter dan akhlakul karimah pada setiap anak-anak.
“(Perlu) dipulihkan kepercayaannya dengan pendampingan dan tentunya diajak lebih dekat lagi kepada Allah SWT,” tutup Kiai Cholil.[Dimas/Angga]