JAKARTA— Hasil Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyebutkan indeks kualitas program religi rentang waktu 2017-2021 secara konsisten berada pada skala 3 (berkualitas).
Riset ini dipublikasikan KPI dalam Webinar yang mengusung judul Ekspos Riset Siaran Televisi Tahap 1 Tahun 2021 yang digelar Kamis (9/9).
Dalam riset yang bekerjasama dengan 12 perguruan tinggi itu, Koordinator Litbang KPI Pusat, Andi Andrianto, menjelaskan hal tersebut dinilai berdasarkan 5 dimensi yang telah ditetapkan saat proses riset dilakukan. Dari kelima dimensi yang diteliti memiliki hasil indeks rata-rata konten religi yang tayang sebesar 3.40.
“Tentu saja hal ini menjadi perhatian bagi para para jurnalistik yang berkecimpung pada penyiaran konten religi untuk terus meningkatkan kulialitas juga memberikan inovasi pada program siaran yang disuguhkan,” ujar dia.
Dia mengatakan, cara tersebut dilakukan untuk mengikis konten-konten yang berdasarkan hasil riset KPI memiliki angka kualitas yang rendah.
“Pengemasan program religi yang inovatif dan kreatif dapat menjadi angin segar di tengah menjamurnya program-program yang minim edukasi,” kata dia.
Sementara itu, kata dia, yang perlu menjadi perhatian di sini yaitu tingkat kualitas tayangan dari infotainment, variety show, dan sinetron mengalami penurunan.
Pada kategori infotainment, KPI bersama 12 Perguruan Tinggi (PT) Indonesia mengukur 19 dimensi sehingga diperoleh nilai 2,67. Indeks ini menandakan program infotainment di stasiun televisi Indonesia tidak berkualitas. “Bahkan ada kecenderungan kita lihat mengalami penurunan,” kata dia dalam kegiatan yang berlangsung hybrid di Batu Malang, Jawa Timur itu.
Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menjelaskan riset yang dilakukan tersebut telah berjalan selama enam tahun serta menggandeng kerjasama dengan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) dan 12 perguruan tinggi pada 12 ibukota provinsi yang ada di Indonesia.
Dia mengatakan, adanya kolaborasi yang dijalin dengan institusi pendidikan tinggi diharapkan mampu menumbuhkan bibit-bibit pelaku jurnalistik yang berkualitas.
“Sehingga tontonan yang disuguhkan kepada masyarakat bukan sekadar menghibur, melainkan juga mampu memberikan edukasi,” papar dia.
Dia mengatakan, terdapat tiga tunjuan dari riset yang dilakukan. Pertama, televisi mampu menjadi tolok ukur kebenaran dalam prosedur jurnalistik.
Kedua, adanya riset tersebut diharapkan mampu menjaga kualitas tontotan konten yang ditayangkan. Ketiga, hasil riset tersebut mampu menjadi rujukan lembaga layanan periklanan.
Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis, di masa pandemi konten menjadi pilihan masyarakat. Satu program bisa mengalami kenaikan rating hingga 50 persen padahal hampir 15 tahun lalu tidak beranjak.
Hal ini, menurut dia, membuktikan TV menjadi penetrasi utama dalam kondisi saat ini menjadi wadah pilihan kembali di prioritaskan, dalam artian pada hakikatnya dunia ini semakin maju, the king is konten (konten adalah raja).
“Kalau benar-benar terbukti jika kontennya tidak baik dan tidak bagus pasti akan ditinggalkan siapapun masyarakat publik, pada hakikat nya dunia kreativitas ini penuh dengan dinamika dan perspektif pandangan dari berbagai kalangan masyarakat Indonesia,” tutur dia. (Rizky Aulia Isyatami/Asep Hidayat/Nashih)