JAKARTA — Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam (LPLH-SDA) MUI mengadakan Webinar Tausiyah bertema Islam dan Gerakan Rehabilitasi Hutan Mangrove, Jumat (27/8).
Dalam diskusi yang bertujuan membangun kesadaran konservasi lingkungan khususnya hutan mangrove itu menghadirkan tiga pembicara. Mereka adalah Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Institut Pertanian Bogor (IPB) Nyoto Santoso, Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Suwignya Utama, dan Tenaga Ahli Menteri LHK Bidang Komunikasi Digital dan Media Sosial Afni Zulkifli.
Saat webinar berlangsung ketiga narasumber sama-sama menyepakati bahwa nilai agama Islam bisa dijadikan alternatif penyelematan hutan mangrove.
Nyoto Santoso mengatakan, umat Islam perlu memandang penyelamatan hutang mangrove sebagai jawaban keraguan malaikat tentang penciptaan manusia. Ia kemudian mengutip Al-Quran yang menjelaskan bahwa malaikat mempertanyakan keputusan Allah SWT menurunkan manusia ke Bumi, padahal manusia sejak lama sudah diketahui akan berbuat kerusakan.
Kerja menyelamatkan mangrove, kata Nyoto memberikan hikmah sebagai bukti bahwa keputusan Allah tepat dan manusia bisa menjalankan amanah untuk mengembalikan ekosistem mangrove.
“Saat penciptaan manusia itu, semuanya sudah mengetahui karakter manusia akan merusak bumi dan seisinya. Namun Allah SWT tetap membawa manusia ke bumi. Itu semacam amanah dan harus kita buktikan bahwa manusia tidak selamanya merusak. Salah satunya dengan kepedulian merawat hutang mangrove, ” ujarnya, Jumat (28/08).
Salah satu inisiator Mangrove Muara Angke ini menyampaikan, kepedulian terhadap mangrove akan menghidupkan kembali ekosistem yang mati.
Dia mencontohkan, Mangrove Muara Angke yang dulunya ekosistem sempat mati, kini bisa hidup kembali. Bukan saja hidup, bahkan kini area Mangrove Muara Angke menjadi wahana wisata favorit di Jakarta. Wilayah ini kini telah menjadi semacam hutan kota di tepi Jakarta.
Dia mengingatkan, kepedulian soal mangrove itu jangan hanya sekadar kerja proyek yang tuntas setelah seremonial belaka.
Menurut Nyoto, kerja-kerja mangrove harus terus dirawat sehingga memberikan manfaat bukan saja kepada manusia di sekitarnya, namun juga menghidupkan kembali ekosistem makhluk hidup di dalamnya.
“Mangrove disebut juga hutan payau atau bakau. Apapun istilahnya, spesies yang hidup di dalamnya sudah tertakdirkan Allah SWT. Tugas kita menghidupkan dan merawat makhluk hidup di sana, ” ujarnya.
Sementara itu, Afni Zulkifli menyampaikan, kepedulian soal mangrove tidak bisa diserahkan pada satu pihak saja seperti pemerintah atau pegiat konservasi saja.
Afni menekankan, peran umat dan ulama di dalamnya juga sangat penting. Ia menyebutkan, umat terutama yang berprofesi sebagai nelayan merasakan betul bagaimana kerusakan mangrove berdampak pada menurunnya ikan yang diburu.
Ulama, kata dia, harus berperan menjadi pemuka agama, aktor penggerak, juga media yang aktif dalam menyuarakan penyelamatan mangrove.
“Peran ulama itu penting sekali. Tahun lalu kita melihat ceramah Ustad Abdul Shomad videonya viral bagaimana agar kita menjaga mangrove. Mangrove bermanfaat untuk kemaslahatan umat manusia. Kita perlu bergerak bersama dalam kerja kolektif, ” ujarnya.
Dia mengatakan, sosialisasi melalui agama bisa menyasar ke ibu-ibu rumah tangga. Setelah para ibu rumah tangga tercerahkan, Afni meyakini mereka akan mudah menanamkan nilai menjaga mangrove l kepada anak-anak dan orang di sekitarnaya.
“Kalau alim ulama sudah bersuara dan sampai ke ibu rumah tangga, maka akan merembet ke anak-anaknya, ” ujarnya.
Sedangkan Ketua Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Suwignya Utama, menjabarkan bahwa BRGM sejak lama sudah memandang penting peran ulama dalam penyelamatan gambut.
Kini, diceritakan Suwignya, dengan penambahan tugas baru di bidang mangrove, BRGM akan melanjutkan tugasnya bersama-sama para ulama dan umat.
Saat masih sebagai BRG (belum berganti BRGM), Kerjasama dengan MUI sangat dekat. MUI melalui Komisi Fatwa bahkan sampai mengeluarkan Fatwa tentang Gambut.
Selain dengan Komisi Fatwa, BRGM kala itu juga aktif bekerjasama dengan LPLH SDA MUI membuat kumpulan khutbah Jum’at berisi penyelamatan lahan gambut.
Dengan fatwa-fatwa MUI, Suwignya kemudian menjelaskan BRGM keliling beberapa provinsi yang mempunyai gambut, menyuarakan pentingnya restorasi gambut.
Dengan tugasnya sekarang yang bertambah di Mangrove, Suwigna mengatakan, BRGM akan melanjutkan program-program tersebut.
Suwignya menambahkan, fokus BGRM tidak hanya pada sosialisasi dan edukasi, namun juga pada Dakwah bil hal atau praktek lapangan.
Kata Suwignya, BRGM setelah selesai menyusun kurikulum dan modul pelatihan, akan mulai bergerak mengajak para dai dan pengurus masjid menanam hutan mangrove.
“Saat ini sudah ada 548 kader masjid yang kita lakukan pelatihan tersebar di Provinsi bergambut. Mulai tahun 2018 kami susun khutbah jum’at, kemudian melakukan latihan praktik. Dari situ kita memperkenalkan materi dakwah tidak hanya fiqih, akidah, tauhid, namun juga lingkungan. Itu untuk menjaga masa depan kita dari persoalan iklim, ” paparnya.
“Kita gelar sekolah lapang bagi para dai, setelah sebelumnya materi Dakwah lingkungan. Kita terus latih. Kita sudah pengalaman mengirim sekolah lapang petani gambut. Kita berharap perilaku dalam mengolah gambut ramah lingkungan, begitu juga mangrove, ” pungkasnya. (Azhar/Angga)