BOGOR- Era disrupsi yang kini melanda seluruh dunia ikut disikapi para ulama. Salah satunya dengan melakukan Webinar (web seminar) atau seminar online dengan tajuk “Peran Aktif Ulama di Masa Disrupsi”.
Acara yang diadakan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor, Sabtu 19 Agustus 2021 ini dihadiri Ketua Komisi Fatwa MUI Kabupaten Bogor, KH. Sirojudin, Pengurus MUI tingkat kecamatan se Kabupaten Bogor, Peserta PKU (Pendidikan Kader Ulama) MUI Kabupaten Bogor, Alumni PKU dan masyarakat umum.
Ketua MUI Kabupaten Bogor Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA, MH., didaulat sebagai Keynote Speaker dalam Webinar ini. Hadir sebagai narasumber adalah KH. Salahuddin Al Aiyub, M.Si, Ketua MUI Pusat bidang Ekonomi Syariah dan Halal. Acara ini dimoderatori Dr. Wafi Muhaimin, M. IRKH, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Kabupaten Bogor dan alumni PKU X.
H. Irfan Awaludin, M.Si, Sekretaris MUI Kabupaten Bogor menyampaikan dalam sambutannya bahwa kegiatan ini adalah Webinar kedua dari Komisi-komisi MUI Kabupaten Bogor. Webinar akan berlanjut tiap pekannya hingga bulan Oktober, dilakukan oleh 13 komisi MUI kabupaten Bogor. Acara ini juga sekaligus sebagai kuliah umum bagi peserta PKU 15 MUI kabupaten Bogor yang hadir di Wisma Darmais Bogor.
“Wabah ini bukan pertama kali, dulu ada wabah flu Spanyol dan kini covid 19. Persoalan umat di masa wabah ini perlu dijawab, oleh diantaranya MUI melahirkan fatwa fatwa atau sikap keagamaan. Di antaranya adalah fatwa tentang vaksin, bagaimana beribadah di masa Pandemi dan lain lain”. Ujar Gus Irfan.
Sebagai penutup, alumni PKU III ini membacakan doa KH. Hasyim Asy’ari :
“لي خمسة أطفي بها حر الوباء الحاطمة المصطفى والمرتضى وابناهما وفاطمة”
Kemudian acara dilanjutkan dengan pembukaan Webinar oleh Ketua Umum MUI kabupaten Bogor Dr. KH. Ahmad Mukri Aji, MA., MH melalui daring. Beliau mengatakan bahwa ulama adalah khodimul, pelayanan umat. Ulama harus berperan aktif dalam menjawab persoalan-persoalan umat, ulama juga bergandengan dengan Pemerintah dalam menyelesaikan maslahah ummah.
“Fatwa-fatwa ulama di tengah wabah covid 19 telah terbit sebagai upaya menjawab persoalan-persoalan masyarakat juga.” Lanjut Kyai Mukri.
Selain itu MUI Kabupaten Bogor juga menyelenggarakan PKU (Pendidikan Kader Ulama) ke 15, sejak tahun 2006 hingga sekarang sebagai upaya mengkader ulama yang berkualitas. Setiap peserta diseleksi dari ratusan yang mendaftar, mereka bergelar S1, S2 hingga S3. Bahkan hadir sebagai pembuka PKU 12 adalah Presiden Jokowi, ” katanya.
“Bogor adalah salah satu kabupaten yang banyak lahir aliran aliran sesat, sehingga perlu benteng yang kuat. Dengan adanya pengkaderan ulama berharap akan lahir ustadz ustadzah yang intelek sekaligus berakhlak Karimah”. lanjut Kyai Mukri.
Sementara KH. Salahuddin Al Aiyub, M.S.i sebagai Narasumber Webinar melalui daring menyampaikan bahwa MUI memiliki Al wadzoful asasiyah (tugas-tugas pokok ). Ada 3 tugas pokok MUI:
- Al-Himayah (Perlindungan), 2. At-Taqwiyah (Penguatan), dan 3. At-Tauhidaat (Penyatuan).
“himayah meliputi : himayatuddin, himayatuddaulah, dan himayatul ummah”. Ujar Kyai Shalahudin.
“Membentengi agama dari pemahaman ifrat (terlalu berlebihan) yang menyebabkan terjadinya kerusakan dalam beragama masa lalu, termasuk dalam agama Islam. Ada sekompok orang yang memahami teks keagamaan berdasarkan harfiah, hanya menerima aktifitas keagamaan berdasarkan mansush harfiah(teks), bila tidak ada itu maka dikatakan mengada- ngada. Bila itu diyakini sementara Nash keagamaan terbatas maka akan banyak persoalan yang tidak bisa diselesaikan. Contohnya zakat dengan beras di Indonesia. Dalam teks Nash hanya ada zakat tamr (kurma), sementara tidak semua negara menjadikan kurma sebagai makanan pokok. Termasuk teks jihad, bisa dimaknai qital atau badzul Juhdi sesuai dengan konteks.” Sambung Kyai asal Pati ini.
“Munculnya Takfiri berakar dari pemahaman tektualis atau tafriti. Selain itu ada juga pemahaman yang liberal. Tugas kita adalah menjaga agama kita dari kedua pemahaman tersebut. Kita munculkan pemahaman wasatiyah. Attawut fi Fahmi nushus. Untuk memahami Nash (teks) harus menggunakan manhaj (metodologi). Dalam hal teologi kita menggunakan manhaj Asyariah, dalam hal fiqih kita menggunama manhaj 4 Mujtahid dan dalam tasawuf menggunakan manhaj Al Ghazali”. tegas pengurus MUI sekaligus PBNU ini.
Selanjutnya ia menyatakan, dalam hal himayatuddaulah tidak ada pertentangan antara yang mencintai negara dan yang mencintai agama, keduanya bisa dilakukan diwaktu yang bersamaan.
“Pergerakan kemerdekaan dilakukan oleh para ulama, kyai-kyai pesantren dan mursyid Mursyid thariqah. Termasuk menjelang kemerdekaan, ada ajakan jihad “resolusi jihad” yang difatwakan KH. Hasyim Asy’ari”.
Inilah peran peran aktif ulama pada masa Disrupsi dalam perspektif MUI yakni : himayah (perlindungan), Taqwiyah (penguatan) dan Tawhidat (penyatuan).
Acara ini hadiri 54 peserta daring dan 50 peserta luring (tatap muka) dengan protokol kesehatan.