JAKARTA — Pandemi coronavirus disease (Covid-19) yang melanda Indonesia sejak 2 Maret 2020, hingga kini masih belum ada tanda berakhir. Beriringan dengan itu kasus kematian akibat Covid-19 terus meningkat setiap harinya.
Diantara orang-orang yang meninggal karena Covid-19 ini, ada orang-orang tercinta yang akhirnya harus ditinggalkan. Baik itu saudara, orang tua, kerabat, bahkan anak-anak yang harus merelakan kepergian orang tua mereka.
Sebuah laporan dengan judul “Children: the Hidden Pandemic 2021” menyebutkan, sekitar satu juta anak sedunia kehilangan ayah, ibu atau keduanya karena paparan Covid-19.
Dalam laporan yang disusun oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), Bank Dunia, Badan Kesehatan Dunia (WHO), dan sejumlah universitas ternama dunia itu, dinyatakan bahwa di Indonesia, diperkirakan sudah 26.700 anak atau bahkan lebih tinggi.
Merespons data itu, Ketua Komisi Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Siti Ma’rifah menyatakan keprihatinannya. Ia mengatakan, seluruh umat harus mengerahkan energinya untuk membantu meringankan beban para anak yatim atau piatu akibat orangtua meninggal terpapar Covid-19.
“Saya sangat prihatin dengan kondisi ini, karena saya saksikan sendiri di sebelah cucu saya yang baru lahir ada bayi-bayi yang lahir prematur dan ibunya wafat setelah melahirkan, sementara ada ayahnya yang juga wafat dan ada yang masih terpapar Covid-19,” kata Siti Ma’rifah.
Siti Masrifah menjelaskan, Komisi PRK MUI akan berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Tak hanya itu, dia juga akan menggandeng beberapa institusi lain untuk memberikan perhatian khusus pada mereka yang menjadi yatim piatu.
“Insya Allah, Komisi PRK MUI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan instansi atau lembaga terkait termasuk masyarakat atau keluarga anak akan berkoordinasi untuk mengatasi hal tersebut,” ujar Ma’rifah.
Harapan Ma’rifah, harus ada bimbingan terkait peningkatan kapasitas anak-anak yatim atau piatu dengan edukasi dan pelatihan kewirausahaan. Kata Ma’rifah, edukasi dan pelatihan bisa dilakukan oleh badan dan lembaga terkait seperti UPTD Dinas Sosial.
Selain itu, dia menyebutkan, bimbingan keagamaan juga tak kalah penting diberikan. Tujuannya, agar anak-anak yatim atau piatu karena Covid-19 kuat menghadapi kepergian orang tua mereka.
Ma’rifah juga mengingatkan, pemerintah harus membantu terpenuhinya hak-hak sipil mereka. Seperti akta kematian orang tua, kartu keluarga, kartu identitas anak atau KTP bagi yang sudah berusia 17 tahun.
“Insya Allah ikhtiar ini dapat sedikit meringankan beban anak-anak ini terutama masalah kejiwaan dan trauma anak. Kita berdoa semoga pandemi Covid-19 ini cepat berlalu,” kata Ma’rifah.
Sampai saat ini di pemerintah Indonesia belum menyebutkan secara berapa data anak yatim-piatu akibat pandemi Covid-19 ini.
Sejauh ini, di Daerah Istimewa Yogyakarta, berdasarkan data Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY Erlina Hidayati Sumardi menerangkan jika di DIY sendiri, ada 110 anak yang orang tuanya meninggal akibat Covid-19.
Dari data itu, diperkirakan terdapat 150 anak yatim piatu jika hanya berdasarkan nama dan alamatnya. (Muhamad Saepudin/Angga)