Pangkal Pinang – Organisasi keagamaan di lingkungan umat Islam perlu memperbarui strategi dakwah dari yang reaktif-konfrontatif ke strategi dakwah yang proaktif-konstruktif. Hal ini dilakukan untuk memperluas daya jangkau penyebarluasan dan penanaman nilai-nilai Islam untuk sebanyak mungkin segmen sosial umat Islam yang sangat majemuk.
“Perlu adanya perubahan strategi dakwah dari ‘lil-mu’aradlah’ (reaktif-konfrontatif) ke strategi dakwah ‘lil-muwajahah’ (proaktif-konstruktif),” demikian Prof H Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam Sidang Pleno ke-4 Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VII di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (27/02/2020).
Menurut Prof Haedar, umat Islam perlu mengarusutamaan pendekatan dakwah sebagai penejerjemahan dari kalimat ‘bil-hikmah’ (dengan hikmah), ‘wal-mauidhat al-hasanah’ (dan pengajaran yang baik), ‘wa jadil-hum bi-laty hiya ahsan’ (serta berdebat dengan cara yang baik) dalam surat An-Nahl ayat 125. Pendekatan ini juga perlu direalisasikan dalam beragam model dakwah seperti dakwah komunitas, dakwah digital/medsos, dan sebagainya.
“Pemetaan terhadap situasi dan objek dakwah sangat diperlukan dengan menggunakan pendekatan antropologi, sosiologi, ekonomi, dan objektivasi dakwah yang lebih aktual sebagai ikhtiar membumikan nilai-nilai Islam ‘rahmatan lil-‘alamin’ yang membebaskan, memberdayakan, memajukan, dan mencerahkan kehidupan umat manusia,” kata Prof Haedar.
Dakwah Islam juga penting menawarkan konsep-konsep pemikiran alternatif yang bersifat pembaruan dan berkemajuan, yang tidak terjebak pada ortodoksi dan dogmatik-apologik. Menurut Prof Haedar, jika umat Islam menolak liberalisme-sekukarisme maka perlu ditawarkan pemikiran Islam yang ‘biyond’ atau ‘at-tafkir al-badil’ yang memancarkan Islam sebagai agama yang mengandung kemajuan bagi peradaban manusia (din al-hadlarah), bukan sebaliknya kembali ke ortodoksi yang konservatif.
“Watak ‘al-ibahah’ dalam pengembangan pemikiran mu’amalah penting untuk diaktualisasikan sekaligus dijadikan titik masuk merambah jalan baru pemikiran Islam yang maju untuk membangun dan menghadirkan dunia Islam yang modern,” demikian Prof Haedar.
Sebelumnya Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdalatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Ishomuddin dalam forum KUII VII itu mewakili NU menyampaikan materi bertajuk ‘Mewujudkan Nasionalisme Melalui Sikap Moderat dan Toleran dalam Beragama’. (Anam)