JAKARTA – Ketua DPR RI, Puan Maharani menjadi tamu dalam Rapat Pleno Dewan Pertimbangan MUI ke-50, Rabu (19/02). Dalam kesempatan itu, Puan menyatakan bahwa DPR memiliki tiga tugas, salah satunya adalah legislasi.
Terkait tugas itu, DPR saat ini sedang ramai diberitakan membahas program legislasi nasional (Prolegnas) yang secara khusus juga membahas Omnibus Law. Padahal, tutur Puan, baru minggu kemarin DPR menerima Draft RUU Omnibus Law dari Pemerintah. Sehingga dia meminta semua pihak untuk memeriksa kembali informasi-informasi yang beredar tersebut.
“Baru minggu lalu draft itu kami terima. Ada yang menyampaikan keberatannya, ada yang menyampaikan tidak sesuai, maka kita sebaiknya cek terlebih dahulu,” katanya.
Secara sekilas, Puan melihat bahwa RUU Omnibus Law meliputi dua hal. Pertama terkait dengan Perpajakan dan kedua terkait Cipta Kerja. Omnibus Law tentang perpajakan berisi tujuh RUU dengan 28 pasal. Sedangkan Omnibus Law tentang Cipta Kerja berisi sekitar 79 RUU, 15 Bab, dan sekitar 179 Pasal. Karena itu, dengan ketebalan yang mencapai lebih dari seribu halaman, maka DPR belum mempelajari secara mendalam draft tersebut.
“Jadi tolong pelajari dahulu, kalau sudah kita akan sosialisasikan sehingga tidak ada salah, kami berharap tidak ada pihak yang dirugikan apakah pemerintah, ataukah masyarakat, atau hak-hak yang terkait Omnibus Law dan tenaga kerja,” katanya.
Puan mengungkapkan, draft tersebut masih bisa diubah, termasuk berdasarkan masukan dari umat Islam. Maka puan mengajak masyarakat khususnya kalangan umat Islam untuk lebih getol menyuarakan agendanya di DPR.
Dia merasa bahwa demo-demo yang dilakukan segelintir kalangan umat Islam di jalanan selama ini memang perlu, namun itu belum cukup. Agar agenda keumatan bisa terlaksana, maka umat harus beraudiensi dengan DPR untuk menyuarakan agendanya.
“Sebelum dibahas DPR, draft itu tentu saja masih bisa diubah sesuai masukan dan masukan dari masyarakat. Kami berharap nantinya DPR akan dapat menerima banyak masukan terkait hal-hal yang sesuai dengan kemaslahatan umat banyak,” katanya.
“Bagaimana kemudian DPR mengawal Omnibus Law, kemudian menangkap aspirasi masyarakat, kemudian kalau ada pasal sensitif jangan sampai bisa lolos karena bisa merugikan sebagian, individu, dan lainnya. Semua Undang-Undang yang dibahas tidak boleh keluar dari UUD 1945 dan tidak boleh keluar dari Pancasila yang ada,” imbuhnya. (Azhar/Anam)