JAKARTA — Dewan Pimpinan Harian Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengeluarkan pernyataan terkait Disertasi Abdul Aziz terkait kebolehan hubungan seksual di luar pernikahan (nonmarital) belum lama ini yang disidangkan di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. MUI menilai disertasi tersebut bertentangan dengan Al-Quran dan Sunah, serta kesepakatan para ulama (Ijtima’ Ulama).
“Hasil penelitian saudara Abdul Aziz terhadap konsep milik al-yamin Muhammad Shahrour yang membolehkan hubungan seksual di luar pernikahan ini bertentangan dengan Alquran dan as-sunah serta kesepkatakan ulama dan masuk dalam kategori pemikiran yang menyimpang (al-afkar al-munharifah) dan harus ditolak karena menimbulkan kerusakan (mafsadat) moral akhlak ummat dan bangsa,” ungkap Wakil Ketua Umum MUI, Buya Yunahar Ilyas, Selasa (03/09) di Gedung MUI Pusat, Menteng, Jakarta.
MUI, kata dia, meyakini bahwa konsep hubungan seksual nonmarital atau di luar pernikahan tidak sesuai diterapkan di Indonesia. Konsep seperti ini mengarah kepara praktek hubungan seks bebas yang bertentangan dengan tuntutan ajaran agama (Syar’an), norma susila yang berlaku (‘Urfan), dan norma hukum yang berlaku di Indonesia (Qanunan) antara lain yang diatur dalam UU No 1 Tahun 1974 dan nilai-nilai Pancasila.
“MUI menyatakan bahwa praktek hubungan seksual nonmarital dapat merusak sendi kehidupan keluarga dan tujuan pernikahan yang luhur yaitu untuk membangun sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, tidak hanya untuk kepentingan nafsu syahwat semata,” kata dia.
Karena itu, MUI, lanjut dia, meminta seluruh masyarakat khususnya umat Islam untuk tidak mengikuti pendapat tersebut karena dapat tersesat dan terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang oleh syariat agama.
Terakhir, MUI menyesalkan karena para promotor dan penguji disertasi seolah tidak memiliki kepekaan perasaan publik dengan meloloskan dan meluluskan disertasi tersebut yang dapat menimbulkan kegaduhan dan merusak tatanan keluarga dan akhlak bangsa.
Disertasi akan direvisi
Sementara itu, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Yudian Wahyudi mengungkapkan, isi disertasi tersebut sebetulnya mengkritisi pemikiran Muhammad Shahrour dari sisi gender maupun linguistik meski belum sempurna dan belum komprehensif. Dikatakannya, pemahaman Shahrour terkait Milk Al-Yamin harus ditambahkan akad nikah, wali, saksi, dan mahar. Dia juga menyampaikan bahwa dalam konteks Indonesia, harus dibuat usulan terlebih dahulu melalui MUI kemudian dikirimkan ke DPR agar disahkan menjadi undang-undang.
“Tanpa proses ini pendapat Shahrour tidak dapat diperlakukan di Indonesia. Dengan demikiran disertasi yang diajukan pada tanggal 28 Agustus ini harus direvisi sesuai dengan kritik dan saran para penguji,” katanya (03/09) saat konferensi pers di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Dalam kesempatan yang sama, senada dengan Prof. Yudian, Prof. Khoiruddin Nasution sebagai salah satu penguji disertasi itu mengungkapkan bahwa konten disertasi ini sebenarnya mengkritisi pemikiran Muhammad Shahrour. Namun, Abdul Aziz sebagai penulis tidak menempatkan tersebut pada abtrak disertasinya. Dalam abtrak yang ringkas itu, Abdul Aziz justru menyebutkan konsep Shahrour sebagai teori baru dan dapat dijadikan justifikasi keabsahan hubungan seksual nonmarital.
“Kalimat terakhir ini juga yang menjadi bagian dari keberatan tim penguji promosi. Selanjutnya tim meminta Abdul Aziz menyempurnakan abstrak untuk disesuaikan dengan isi disertasi,” katanya.
Melalui keterangan tertulis, sang penulis disertasi, Abdul Aziz, menyatakan akan merevisi hasil disertasi tersebut berdasarkan kritik dan masukan saat Ujian Terbuka, termasuk di antaranya mengubah judul menjadi Problematika Konsep Milk al-Yamin dalam Pemikiran Muhammad Shahrour. Dia juga akan menghilangkan beberapa kontroversi dalam disertasi tersebut.
“Saya juga memohon maaf kepada umat Islam atas kontroversi yang muncul karena disertasi saya, saya juga menyampaikan terima kasih atas saran, respon, dan kritik terhadap disertasi ini dan berharap keadaan yang diakibatkan oleh kehadirannya dan diskusi yang menyertainya,” katanya (03/09) di Yogyakarta melalui keterangan tertulis. (Azhar/Din)
[wpmfpdf id=”27032″ embed=”1″ target=””] [wpmfpdf id=”0″ embed=”1″ target=””]