JAKARTA— Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menggelar pertemuan dengan Kementrian Kesehatan pada Kamis (25/7) mendatang. Pertemuan tersebut akan membahas tentang kerjasama MUI dan Kemenkes terkait sosialisasi kesehatan haji.
“Kita biasa tiap tahun ada rakernas fatwa, jadi berbagai fatwa itu dibahas, salah satunya tentang kesehatan haji,” kata Ketua Umum MUI, KH Ma`ruf Amin, di sela-sela rapat harian pimpinan MUI di Jakarta, Selasa (23/7).
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Ni’am Sholeh, menjelaskan saat ini komisi Fatwa MUI tengah mempersiapkan pertemuan tersebut. Dia juga mengatakan, hari ini Selasa (23/7), Komisi Fatwa sudah melakukan rapat bersama pusat kesehatan haji Kementerian Kesehatan. “Ini komisi fatwa sedang rapat dengan puskes untuk mematangkan agenda,” katanya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (23/7).
Dalam pertemuan nanti, rencananya, MUI akan melakukan sosialisasi fatwa-fatwa seputar istithaah haji. Sekaligus menjelaskan beberapa fatwa yang penting diketahui oleh para jamaah haji. “Sosialisasi fatwa-fatwa terkait dengan istithaah haji. Ada juga tentang badal haji, badal melempar jumrah, dan safari wukuf,” jelas Ni’am.
Sebelumnya, Kepala Pusat Kesehatan Haji, Eka Jusup Singka menjelaskan, FGD itu digelar dalam rangka penguatan keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI tentang istithaah kesehatan haji, safari wukuf, dan badal melempar jumrah.
“Undangan ini merupakan pertemuan lanjutan FGD dalam rangka dakwah kesehatan haji,” kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Eka Jusup Singka saat dihubungi ihram.co.id, Senin (22/7).
Eka menjelaskan, ada empat tujuan sosialisasi hasil Ijtima MUI dalam dakwah kesehatan haji. Pertama, diperolehnya persamaan persepsi di kalangan ulama. Kedua, diseminasi informasi hasil Ijtima MUI tentang istithaah kesehatan haji kepada masyarakat luas.
“Ketiga, meningkatkannya peran serta ulama dalam pembinaan jamaah haji melalui dakwah kesehatan haji. Lalu, keempat, diperolehnya komitmen dukungan ulama dalam istithaah kesehatan,” katanya.
Istithaah yang dimaksud merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 tahun 2016. Ditegaskan di sana antara lain bahwa setiap jamaah haji berhak mendapatkan pembinaan dan pemeriksaan kesehatan untuk mencapai istithaah.
Dalam Permenkes tersebut, lanjut Eka, telah dijelaskan bahwa istithaah kesehatan jamaah haji memiliki makna kemampuan jamaah haji dari aspek kesehatan meliputi fisik dan mental yang terukur melalui pemeriksaan medis. “Aspek kesehatan serta kemampuan jasmani dan rohani merupakan faktor yang harus diperhatikan calon jamaah haji,” katanya.
Secara umum, Eka menambahkan ada tiga hal yang menyebabkan jamaah haji tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan. Pertama, penyakit yang bisa membahayakan diri sendiri dan jamaah lain. Kedua, gangguan jiwa berat. Ketiga, penyakit berat yang tidak dapat disembuhkan. (Nashih)