JAKARTA – Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) memberikan masukan-masukan strategis untuk penyelenggaraan Pemilu 2019 yang jujur, adil, dan profesional kepada Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
Masukan tersebut disampaikan dalam Rapat Pleno Ke-35, pekan lalu, tepatnya Rabu (13/2) di Gedung MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat.
“Sebagai penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu harus profesional, transparan, jujur, dan adil,” kata Sekretaris Wantim MUI, Prof Noor Achmad.
Wantim MUI mendorong Bawaslu untuk mengambil sikap terkait ramainya hoax yang beredar jelang pemilu. Di sisi lain, Bawaslu juga mengajak masyarakat untuk tidak terpancing berita yang belum terbukti benar dan bisa dipertanggungjawabkan.
Saat rapat berlangsung, para anggota Wantim MUI juga meminta konfirmasi dan klarifikasi terhadap persoalan-persoalan yang muncul. Salah satu yang ditanyakan yaitu soal proses hukum yang dihadapi Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212.
“Bawaslu dan KPU juga memberikan konfirmasi klarifikasi terhadap beberapa persoalan-persoalan yang muncul. Seperti beberapa kasus terakhir yang seakan-akan menunjukkan ketidakadilan KPU dan Bawaslu, tadi sudah dijelaskan semua. Peserta juga sangat memaklumi. Ke depan juga diharapkan KPU dan Bawaslu tetap tegas dalam menghadapi berbagai macam persoalan-persoalan yang terkait pemilu,” kata Noor.
Berikut lima masukan strategis Watim MUI hasil Rapat Pleno ke-35:
1. Menyadari bahwa Penyelenggaraan Pemilu yang akan datang semakin berat dan banyak tantangan maka KPU dan Bawaslu semakin tegas menegakkan aturan.
2. KPU dan Bawaslu harus menjadi penyelenggara Pemilu yang berdiri tegak di tengah, adil, dan transparan. Contohnya dalam hal menyelesaikan Pelanggaran Pemilu seakan ada perbedaan penyelesaian. Misalnya kasus-kasus kepala daerah yang melanggar kampanye.
3. Program-program KPU dan Bawaslu terukur dan diperhitungkan dengan matang, contoh dalam menyelenggarakan debat paslon. Kalau kemarin pakai kisi-kisi tetapi setelah dikritik untuk debatnya tidak lagi pakai kisi-kisi. Sepertinya hal itu tidak disiapkan dengan matang.
4. Peserta diskusi juga sepakat bahwa Pemilu bukan semata pesta demokrasi melainkan yang utama adalah amanat untuk memilih pemimpin umat oleh karena itu amanat ini tidak boleh disia-siakan. Salah satu cara melaksanakan amanat tersebut adalah manakala penyelenggara pemilu betul-betul adil, jujur, dan profesional. Sedangkan rakyat bisa menggunakan hak pilihnya dengan sebaik-baiknya tanpa dipengaruhi ancaman fitnah, berita palsu, dan money politics.
5. Karena amanat untuk memilih pemimpin umat/bangsa, maka rakyat harus menggunakan hak pilihnya. (Ichwan/Nashih)