JAKARTA –- Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia menerima kunjungan Mahasiswa Unversitas Islam 45 (Unisma) Bekasi dalam kegiatan rihlah ilmiah mempelajari metode penetapan fatwa pada Senin (21/1) di Aula Buya Hamka, Gedung MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat.
Dr KH Arwani Faishol dan Prof Dr Sutarmaji mewakili Komisi Fatwa MUI menerima rombongan dari Unisma Bekasi yang dipimpin oleh Drs. Agus Supriyanto, M.Hum dengan membahas buku Pedoman Penetapan Fatwa.
“Dalam prosedur penetapan fatwa, Komisi Fatwa ditunjuk dalam proses penetapan fatwa dengan didasarkan pada Al-Qur`an, Hadits, Ijma`, dan Qiyas,” kata Kiai Arwani.
Proses penetapan fatwa, lanjutnya, bersifat responsif, proaktif, dan antisipatif. Sedangkan fatwa yang ditetapkan bersifat argumentatif atau memiliki hujjah, legitimatif atau menjamin keabsahan hukum, kontekstual (waqi`i), aplikatif atau siap diterapkan, dan moderat.
Sebelum fatwa ditetapkan, katanya, dilakukan kajian komperhensif terlebih dahulu agar memperoleh deskripsi utuh tentang objek masalah, rumusan masalah, dan dampak sosial keagamaan yang ditimbulkan dan titik kritis dari berbagai aspek hukum (norma syari`ah) yang berkaitan dengan masalah tersebut.
“Masalah yang akan dikaji harus di verifikasi (tahqiqul manaat) dan dipelajari agar tergambar objek masalahnya (tashawwurul masalah), jika perlu kita panggil ahli untuk menerangkan masalah tersebut,“ jelas Kiai Arwani.
Seperti contoh dalam penetapan hukum kepiting, sambungnya, kami memanggil ahli tentang itu dan dijelaskan perbedaan tentang kepiting dan rajungan. Beda kepiting dan rajungan itu kalo rajungan itu kaki belakang digunakan untuk berenang dan tak tahan lama di darat.
“Ternyata kepiting dan rajungan itu berbeda, menurut ahli kepiting juga tidak memiliki dua sistem pernafasan, “ lanjutnya.
Komisi Fatwa MUI memiliki format khusus dari 2004 tentang format fatwa yang terdiri dari empat konsideran, menimbang, mengingat, memperhatikan dan memutuskan. (Ichwan/Din)