BENGKULU– Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bengkulu meminta pemerintah menjadikan pendampingan literasi media sosial dan gadget sebagai mata pelajaran sekolah.
Ketua Umum MUI Provinsi Bengkulu Prof Rohimin mengatakan, penggunaan gadget dan medsos di lembaga pendidikan terbukti banyak memberikan dampak negatif ketimbang positifnya.
Dia menyebutkan pengalaman di Bengkulu banyak kejadian negatif di sekolah akibat penyalahgunaan gadget dan medsos di lembaga pendidikan. Di antaranya kasus kesurupan yang menimpa sebuah sekolah dan terindikasi korbannya menyimpan banyak foto asusila di gadgetnya.
Kasus siswa kecelakaan akibat selfie juga banyak terjadi bahkan beberapa di antaranya berakhir tragis. “Ada yang terseret ombak atau jatuh dari jembatan dan ada pula yang tersengat aliran listrik akibat mengisi ulang baterai ponsel sambil tiduran,” kata dia dalam Forum Dialog dan Literasi Media di Bengkulu, Sabtu (15/9).
Tidak hanya dampak secara fisik, kata Rohimin, tapi pemakaian gadget dan medsos secara liar di lembaga pendidikan sosial berpengaruh pada reduksi kemampuan literasi siswa. Banyak siswa justru menerima informasi keagamaan dari medsos yang notabene belum terverifikasi. Buku teks panduan yang disediakan lembaga sekolah pun akibatnya tak dilirik siswa. Kondisi ini bukan tidak mungkin mendorong munculnya radikalisme karena siswa menerima informasi apa adanya tanpa verifikasi ke guru atau orang tua. “Tradisi sanad-riwayat terancam hilang,” kata dia.
Rohim menambahkan, pihaknya telah berupaya menyampaikan saran ini ke Pemprov Bengkulu dan direspons dengan baik hanya saja belum sampai level penerbitan kebijakan. Kendati demikian, tak sedikit lembaga sekolah yang berinisiatif melarang siswa membawa dan menggunakan gadget selama di sekolah.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Selamatta Sembiring mengakui ketergantungan generasi muda terhadap gadget memang cukup memprihatinkan. Ini tidak terlepas dari jumlah pengguna medsos dari kalangan muda yang mencapai 120 juta dari total 130 juga pengguna medsos di Indonesia.
Dia menyebutkan, penggunaan gadget yang berlebihan menurut fakta empiris dan medis ternyata juga berdampak buruk bagi kesehatan. Durasi penggunaan gadget rata-rata masyarkat Indonesia sudah melampaui batas yaitu mendekati tujuh sampai sepuluh jam. “Padahal tiga jam saja sudah terhitung lama, bisa gila kalau terlalu banyak main gadget,” kata dia saat memberikan pidato kunci.
Lebih jauh Selamatta juga menggarisbawahi ketidakbijakan pengguna medsos dalam mengonsumsi informasi. Dia menyebutkan sebanyak 93 persen warganetnet banyak bersinggungan dengan konten-konten negatif baik berupa hoaks atau ujaran kebencian.
Hal ini, kata dia, menempatkan Indonesia sebagai negara terbesar pengonsumsi hoaks. Dia memberikan sedikit tips sederhana mengidentifikasi informasi hoaks atau bukan dengan menjabarkan kata hoaks itu sendiri yaitu “H” berarti heboh. Biasanya informasi hoaks pasti hiperbolis dan heboh. Kedua “O” yang berarti omong kosong, “A” berarti aneh, dan “X” yang berarti misterius dan tidak diketahui sumbernya. “Sederhananya saring informasi dulu sebelum sharing, tutur dia.
Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat KH M Hamdan Rasyid mengatakan Fatwa MUI No 24 Tahun 2017 adalah bentuk tanggung jawab MUI mengingatkan masyarakat agar bijak menggunakan medsos. Ini menunjukkan bahwa sejatinya Islam adalah agama komprehensif yang mencakup tidak hanya ibadah tetapi juga konteks bermuamalah sosial medsos.
Dia mengaku miris dengan maraknya ujaran kebencian dan hoaks di medsos. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip agama yang luhur. Hoaks dan ujaran kebencian di medsos banyak mengandung unsur-unsur ghibah, namimah, dan tajasuss (mematai-mematai) yang sangat ditentang agama. “Dulu sebelum ada medsos dosa ghibah dan semuanya masih terbatas individual, namun dengan medsos dosa itu semakin luas dan menyebar,” kata dia.
Dia mengajak umat agar lebih bijak dan cerdas menggunakan medsos. Hendaknya medsos dijadikan sebagai alat silaturahim, perekat ukhuwah sesama umat Islam dan antar-umat beragama, mempererat persatuan bangsa, dan dakwah amar makruf nahi mungkar. “Jangan sampai shalat dengan cara Islam tapi saat bermedsos malah pakai cara dan etika tidak Islami,” tutur dia.
Sebagai informasi, Forum Dialog dan Literasi Media Sosial terselenggara atas kerjasama Kementerian Komunikasi dan Informasi dan Komisi Informasi dan Komunikasi MUI Pusat. Sukses digelar di sejumlah kota pada tahun lalu, pada 2018 ini kegiatan yang sama digelar di sejumlah kota. Dalam kegiatan ini, peserta akan diberikan materi bagaimana bijak dan cerdas menggunakan media sosial dan kiat menjadikan media sosial sarana mendatangkan materi dan lapangan pekerjaan. (Nashih)