JAKARTA– Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Prof Yunahar Ilyas mengimbau semua pihak berupaya menjadikan tahun baru Hijriyah 1440 sebagai momentum evaluasi ketakwaan. Pernyataan ini disampaikan menyusul pergantian tahun Hijriyah bertepatan Selasa (11/9).
Dia mengajak segenap umat sebisa mungkin memaksimalkan pergantian tahun ini sebagaimana semangat menyongsong tahun baru Masehi. “Tahun baru Hijriyah sebaiknya diisi dengan kegiatan kegiatan positif atau hal lain yang bisa membantu kita mengevaluasi diri serta mempermudah kita menyusun rencana hidup yang lebih baik pada tahun berikutnya, baik target dunia maupun akhirat, ” kata dia di Jakarta, Sabtu (8/9).
Evaluasi atau muhasabah, tuturnya, mencakup keumatan, kebangsaan, maupun personal kepada diri sendiri. Khusus evaluasi kepada diri sendiri, tidak hanya mencakup hal-hal keduniawian seperti karier, harta, maupun jabatan, namun yang tidak kalah penting adalah evaluasi ketakwaan. “Jika didasarkan pada Alquran, hal pertama yang perlu dievaluasi adalah takwa dan ditutup dengan takwa pula,” ujarnya.
Dia menambahkan, evaluasi ketakwaan tersebut mencakup iman, Islam, dan ihsan. Tingkat keimanan seseorang bisa dilihat dari sisi tauhid seperti memastikan tidak adanya perbuatan syirik, prasangka buruk (suuzhon), dan atau kemusyrikan yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya.
Sedangkan evaluasi keislaman, imbuh dia, dispesifikkan tentang implementasi rukun Islam dengan sebaik-baiknya seperti penditian shalat. Dia meyakini Muslim yang sudah baik shalatnya, otomatis akan terjauhkan dari perbuatan keji dan mungkar. Sebaliknya, munculnya perbuatan keji dan mungkar pada diri seorang Muslim, bisa dipastikan shalat yang selama ini dia jalankan belum efektif atau berpengaruh pada sendi-sendi kehidupannya.
“Shalat yang dikerjakan selama ini sudah tertib atau belum? Jika sudah tertib, istiqamah berjamaah atau tidak? Lalu, bisakah memaknai shalat itu bagi kehidupan? ” katanya.
Terakhir, dia menekankan urgensi evaluasi ihsan yaitu akhlak yang mencakup ahlak pribadi, akhlak sosial, maupun ruang umum. Takaran akhlak pribadi dilihat dari perilaku keseharian seseorang apakah sesuai dengan ajaran Islam atau belum.
Sementara, kata dia, akhlak publik mencakup evaluasi perilaku saat berada di tempat umum, seperti ketika berada jalan raya ruang-ruang umum sewaktu mengantre, buang sampah, maupun saling tegur sapa. Sementara akhlak sosial merupakan sikap terhadap sesama manusia khususnya kalangan orang miskin, anak terlantar, anak yatim, dan sejenisnya.
“Menurut saya, itu yang paling substantif dievaluasi. Intinya adalah ketakwaan sangat perlu dievaluasi untuk menyambut tahun baru Islam,” tutur dia. (Azhar/Nashih)