JAKARTA — Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin menyebutkan banyak doktor yang lahir sebab kehadiran fatwa MUI. Meski oleh sebagian kalangan fatwa MUI kerap dianggap kontroversial, namun banyak pihak yang justru tertarik menjadikan hal tersebut sebagai bahan disertasi.
“Banyak doktor yang lahir karena fatwa MUI. Kalau MUI berhenti mengeluarkan fatwa, yang mau jadi doktor susah mencari objek disertasinya, ” ungkap Kiai Ma’ruf disertai tawa peserta Annual Conference of Fatwa Studies di Hotel Bumi Wiyata, Kamis (26/7).
Acara ini merupakan ajang memberi masukan terkait fatwa-fatwa yang sudah dikeluarkan MUI. Dalam acara ini, mengkritik dan memandang negatif fatwa MUI diperkenankan asal menggunakan metode penelitian yang benar. Acara yang sudah berjalan tiga kali ini selain mengupas fatwa dari berbagai sisi juga membuktikan bahwa MUI mau menerima kritik dan transparan dalam proses penerimaan, pembuatan, dan pemutusan fatwa.
Kiai Ma’ruf melanjutkan, konferensi seperti ini penting bagi MUI maupun bagi pihak luar. Masukan kontruktif akan memperbaiki fatwa selanjutnya. Sementara bagi pihak luar, diharapkan akan tergambar lebih lengkap mengenai fatwa MUI, sehingga menghasilkan pandangan yang lebih objektif.
“Pertemuan hari ini menurut saya sangat penting, dan bagi MUI ini masukan yang konstruktif, ” katanya.
“Kalau ada yang negatif, boleh jadi fatwanya yang keliru, boleh jadi yang memahami fatwa keliru, boleh jadi yang mengerti tidak faham, atau tidak mau faham,” Imbuhnya.
Prof Masykur Abdullah yang hadir dalam kesempatan tersebut mengatakan, fatwa MUI kerap dipandangan negatif karena media sering memberitakan fatwa-fatwa kontroversial. Padahal, menurutnya, banyak fatwa-fatwa sangat nasionalis atau damai dari MUI yang justru luput dari pemberitaan.
“Yang sering dimunculkan di media terkait hal-hal yang kontroversional saja. Tidak pernah mengungkapkan fatwa yang terkait NKRI seperti bangsa Indonesia adalah bangsa majemuk, ” ungkapnya.
Selain media, Prof Masykur juga memandang bahwa fatwa-fatwa MUI yang selama ini dipandang kontroversial, masih kurang penjelasan, sehingga banyak pihak kurang paham atau salah memahami.
“Masih ditemukan kurangnya penjelasan yang lebih lengkap di dalam fatwa, ” ujarnya.
Komentar Prof Masykur tersebut sejalan dengan tujuan awal konferensi ini digelar. KH Asrorun Niam Sholeh selaku ketua panitia acara mengatakan, konferensi ini momentum MUI menjabarkan proses perumusan sampai pemutusan fatwa. Landasan-landasan secara khusus juga dibahas dalam konferensi ini.
“Kegiatan ini merupakan bagian dari ikhtiar MUI untuk memperoleh masukan dari para akademisi, peneliti terkait dengan khidmah al iftah guna memberikan panduan keagaman kepada bangsa secara umum,” katanya. (Azhar/Din)