Banjarbaru – Pelaksanaan Ijtima` Ulama Komisi Fatwa ke-6 yang bertemakan “Meningkatkan Peran Ulama dalam Melindungi dan Memajukan Umat, Bangsa, dan Negara” resmi dibuka oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin pada Senin (7/5) di Pondok Pesantren Al-Falah, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
Dalam sambutannya, Lukman menegaskan peran ulama adalah sebagai penyampai risalah kenabian yang mewarisi para nabi dan rasul dan penyebar ilmu agama di masyarakat. “Ulama sebagai warotsatul anbiya, kehadirannya di tengah masyarakat menjadi sirojul ummah,” kata Lukman.
Menurutnya, definisi ulama adalah mereka yang memiliki kedalaman ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu keagamaan. Ulama mempunyai penguasaan yang mendalam terhadap ilmu fikih, ushul fikih, tafsir, dan lain sebagainya.
“Dengan modal ilmu yang mendalam dan rasa takut kepada Allah yang tinggi, akan mengeluarkan fatwa yang memberikan kemaslahatan bagi umat manusia, dunia dan akhirat,” sambung Lukman.
Lebih lanjut, kata Lukman, memberikan fatwa keagamaan tentu bukan persoalan mudah, karena akan dipertanggung-jawabkan di akhirat. Bukan hanya secara akademis-intelektual ketika di dunia, melainkan akan dipertanggung-jawabkan di mahkamah ilahiyah di akhirat.
“Ada syarat yang cukup ketat bagi seorang pemberi fatwa keagamaan, seperti yang terdapat dalam kitab Adab al-Mufti wa al-Mustafti,” lanjut Lukman.
Berdasarkan sejarah nasional, sambungnya, hubungan ulama dan umara menjadi hal terpenting dalam membentuk pemerintahan pada masa kerajaan di Nusantara. Wali songo adalah contoh bagaimana ulama bersinergi dengan kerajaan dalam menyiapkan aturan hukum.
Sejalan dengan itu, Ketua Umum MUI Pusat, Kiai Ma’ruf Amin menegaskan tanggung jawab Majelis Ulama Indonesia dalam masalah keagamaan, kebangsaan, dan kenegaraan.
“Umat Islam ada di garda terdepan menjaga eksistensi bangsa,” tegas Kiai Ma’ruf.
Dalam kategori masalah strategis kebangsaan (masail asasiyah wathaniyah), ungkap Kiai Ma’ruf, MUI sudah meluncurkan isu sentral arus baru ekonomi umat yang arah pemberdayaannya adalah umat sebagai bagian terbesar dari bangsa ini yang perekonomiannya lemah.
“Menghilangkan kemiskinan hukumnya minimal fardhu kifayah, dan bisa menjadi fardhu ‘ain, “ kata Kiai Ma’ruf.
Menghilangkan kemiskinan, sambung Kiai Ma’ruf, bukan hanya terhadap umat Islam, tapi untuk semua manusia, seperti yang tertulis dalam kitab Fathul Mu`in.
Hadir dalam pembukaan Ijtima` Ulama Komisi Fatwa ke-6 ini Gubernur Kalimantan Selatan H. Shabirin Noor, Kapolda Kalimantan Selatan Rachmat Mulyana, Walikota Banjarbaru Nadjmi Adhani, dan beberapa bupati dan kepala daerah. (Ichwan/Anam)