SAMBUTAN
KETUA UMUM MAJELIS ULAMA INDONESIA
PADA PEMBUKAAN IJTIMA’ ULAMA KOMISI FATWA MUI KE-6
DI PONDOK PESANTREN AL-FALAH, BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
7 MEI 2018 M./21 SYA’BAN 1439 H.
Assalamu’alaikum wr.wb.
• Yang terhormat, Menteri Agama Republik Indonesia, dan para pejabat tinggi Negara;
• Yang terhormat, Gubernur Kalimantan Selatan, Wali Kota Banjarbaru, dan para pejabat provinsi dan kabuten;
• Yang terhormat, para alim ulama, khususnya Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah;
• Para pengurus MUI pusat dan daerah yang saya hormati;
• Yang terhormat para tamu undangan dari majelis fatwa ormas-ormas Islam, perwakilan pondok pesantren se-indonesia, fakultas syariah perguruan tinggi se Indonesia;
• Hadirin-hadirat yang berbahagia.
Puji syukur mari kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang tiada henti melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta ‘inayah-Nya kepada kita semua, sehingga hari ini kita semua dapat menghadiri pembukaan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI ke-6 Tahun 2018.
Shalawat serta salam semoga terus melimpah kepada junjungan nabi besar sayyidina Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat, serta kepada setiap orang yang mengikutinya hingga akhir zaman.
Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia merupakan forum yang secara periodik tiga tahunan diselenggarakan oleh MUI untuk merespons permasalahan penting yang muncul, baik terkait dengan masalah kebangsaan, masalah keagamaan aktual, maupun masalah peraturan perundang-undangan.
Umat Islam, sebagai bagian terbesar penduduk di negeri ini, mempunyai tanggungjawab yang besar pula dalam menjaga bangsa ini dari upaya-upaya penyimpangan khittah pendirian bangsa. Para pendiri bangsa telah mencapai kemufakatan dalam menancapkan khittah dan prinsip-prinsip kebangsaan. Kita sebagai generasi penerus berkewajiban menjaganya dari setiap upaya pengaburan makna dan penyimpangan.
Materi tentang masalah prinsip kebangsaan (masail asasiyah wathaniyah) yang akan dibahas dalam Ijtima Ulama merupakan salah satu perwujudan dari tanggungjawab tersebut. Misalnya tentang masalah bela negara, merupakan respons atas wacana yang dihembuskan oleh berbagai pihak yang merasa pesimistis terhadap kelangsungan eksistensi negara bangsa ini di masa mendatang. Umat Islam merasa terpanggil untuk berada di garda terdepan menjaga eksistensi negara bangsa.
Masalah politisasi agama merupakan respons atas kekurangtepatan pemahaman pihak-pihak tertentu terhadap hakekat agama dan politik serta hubungan keduanya. Dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dan politik, sehingga kurang tepat jika ada pihak-pihak yang menginginkan adanya pemisahan yang tegas di antara keduanya. Namun Islam juga mewajibkan adanya keadaban dan kesopansantunan (al-akhlak al-karimah) dalam setiap proses politik. Sehingga tidak tepat pula menjadikan agama sebagai kedok untuk membungkus kepentingan politik tanpa mengindahkan ketentuan agama.
Ijtima Ulama juga akan membahas masalah keagamaan kontemporer (masail fiqhiyah mu’ashirah) yang meliputi permasalahan-permasalahan fikih yang harus segera direspons dengan memberikan jawaban hukumnya. Misalnya masalah istitha’ah kesehatan haji. Selama ini dipahami bahwa istitha’ah haji tidak terkait dengan kesehatan. Namun ternyata dalam perkembangannya hal tersebut menimbulkannya kemudharatan yang lebih besar bagi para jamaah yang terkategori resiko tinggi, bukan hanya bagi yang bersangkutan saja namun juga bagi panitia dan jamaah haji lainnya. Bagaimana pandangan ajaran agama terhadap hal itu, dan apa batasan-batasannya jika hal itu diberlakukan. Ijtima ulama kali ini akan membahas dan menjawabnya.
Misal lainnya adalah terkait dengan rencana pemerintah memotong gaji pegawai untuk dialokasikan sebagai zakat yang bersangkutan. Apakah hal tersebut dibenarkan secara agama? Apakah ada batasan dan aturan tertentu dari hal itu?. Semuanya insyaallah akan dibahas di forum ijtima ulama ini.
Selain itu, akan dibahas pula masalah terkait dengan peraturan perundang-undangan. Beberapa RUU dan wacana pembuatan peraturan perundangan lainnya akan direspons forum ini. Hal itu didasari oleh kesadaran para ulama bahwa peraturan perundang-undangan di negeri ini jangan sampai berisikan pasal-pasal yang bertentangan dengan ajaran agama. Sebab setiap perumusan peraturan perundang-undangan harus menyerap norma dan nilai yang berkembang dan diyakini masyarakat, terutama norma dan nilai agama.
Hadirin-Hadirat yang Berbahagia,
Semua putusan hasil Ijtima Ulama ini akan menjadi agenda MUI dalam menindaklanjutinya. Berbagai upaya dan ikhtiar akan dilakukan oleh MUI untuk dijalankannya setiap keputusan ijtima ulama. Hal-hal yang membutuhkan adanya koordinasi dan sinergi dengan berbagai pihak, terutama dengan pengambil kebijakan dan otoritas terkait, maka hal itu akan dilakukan oleh MUI.
Hasil dan putusan Ijtima Ulama pada hakekatnya merupakan aspirasi umat Islam yang oleh MUI akan terus diperjuangkan sampai tersalurkan dengan baik. Hal itu karena posisi MUI adalah pelayan umat Islam (khadim al-ummah). Di sisi lain, MUI juga akan terus berkoordinasi dan bersinergi dengan pengambil kebijakan dan otoritas agar dapat mengakomodir aspirasi umat tersebut dalam setiap kebijakan kenegaraan yang diambil dan diputuskan.
Hal itu karena posisi MUI adalah juga sebagai mitra pemerintah (shadiq al-hukumah). Kepentingan utama MUI adalah terakomodasinya aspirasi umat Islam dalam setiap kebijakan kenegaraan dan kesesuaiannya dengan ajaran agama Islam.
Di antara contoh yang bisa saya sebut di kesempatan yang baik ini adalah terkait dengan status BPJS Kesehatan. Pada Ijtima Ulama tahun 2015 diputuskan bahwa Penyelenggaraan jaminan sosial oleh BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak, tidak sesuai dengan prinsip syari’ah, karena mengandung unsur gharar, maisir dan riba.
Ijtima Ulama juga merekomendasikan agar pemerintah membentuk, menyelenggarakan, dan melakukan pelayanan jaminan sosial berdasarkan prinsip syari’ah dan melakukan pelayanan prima.
Setelah acara Ijtima Ulama, MUI berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan tentang kemungkinan dilaksanakannya keputusan ijtima ulama tersebut. Pihak BPJS Kesehatan merasa perlu adanya panduan kesyariahan yang lebih teknis dalam menjalankan keputusan tersebut. Maka beberapa bulan setelahnya, pada tahun 2015 itu juga, ditetapkan fatwa DSN-MUI tentang Pedoman Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Syariah.
Setelah itu segera dibentuk tim khusus dari dua belah pihak. Proses kerja tim dilakukan dengan segala dinamikanya. Semua akad yang melibatkan para pihak disesuaikan dengan fatwa. Disiapkan formulir, perjanjian kerjasama, dan hal-hal lain yang telah disesuaikan dengan prinsip syariah. Instrument investasi juga secara bertahap disesuaikan dengan prinsip syariah.
Akhirnya, dua hari yang lalu saya langsung memimpin rapat penetapan kesimpulan kerja tim, yang intinya BPJS Kesehatan telah siap menjalankan operasionalnya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, sebagaimana diamanahkan oleh Ijtima Ulama tahun 2015.
Alhamdulillah was-syukru lillah, kerja panjang tersebut pada akhirnya membuahkan hasil. Ke depannya, umat Islam tidak ada keraguan lagi untuk ikut program pemerintah dalam hal Jaminan Kesehatan Nasional berupa BPJS Kesehatan, karena sudah sesuai dengan prinsip syariah. Dalam pelaksanaannya nanti MUI juga akan terus memantau dan mengawasinya agar tetap pada jalur kesesuaian syariah.
Itu baru satu contoh, dan tentu saja masih ada banyak contoh lain agenda kerja MUI yang merupakan tindaklanjut dari hasil dan ketetapan ijtima Ulama. Oleh karena itu, bagi MUI forum Ijtima Ulama ini mempunyai arti penting, bukan saja untuk menjawab permasalahan-permasalahan keagamaan yang dihadapi oleh umat Islam saja, namun juga untuk menetapkan arah dan tujuan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan ajaran agama.
Hadirin-Hadirat yang Berbahagia,
Ijtima Ulama juga mempunyai arti penting bagi MUI, terutama sebagai forum untuk mengonsolidasikan ormas dan kelembagaan Islam di Indonesia, khususnya yang terkait erat dengan aspek kefatwaan. Keterlibatan majelis fatwa setiap ormas Islam dalam forum ijtima ulama ini mempunyai arti penting, terutama dalam aspek sinergitas dengan komisi fatwa MUI yang keanggotaannya melibatkan semua perwakilan majelis fatwa ormas Islam.
Keikutsertaan perwakilan dari pondok pesantren dan fakultas syariah perguruan tinggi juga mempunyai arti penting, terutama dalam berkoordinasi menyiapkan ulama dan fuqoha yang handal.
MUI yang merupakan tenda besar umat Islam di Indonesia harus benar-benar bisa merangkul semua komponen umat Islam di Indonesia, di manapun mereka berkhidmah dan beraktifitas. Hal itu karena kata “umat” tidaklah merujuk hanya pada kelompok tertentu saja dan menegasikan yang lain. MUI akan merangkul dan membimbing semua umat Islam di Indonesia, tanpa memandang asal usul dan tempat perkhidmatannya.
MUI bertekad untuk menjadi tenda besar yang di dalamnya terdapat semua komponen umat Islam, yang berbeda-beda tapi tetap satu kesatuan.
Hadirin-hadirat yang kami hormati….
Demikianlah kiranya sambutan saya, Mudah-mudahan ada manfaatnya. Kami berdo’a semoga Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia ke-6 ini diridhai oleh Allah SWT dan dapat merumuskan hasil-hasil yang baik. Selamat bersilatul fikri, selamat bermusyawarah, selamat berijtima’, semoga sukses.
Selanjutnya, mohon kiranya Bapak Menteri Agama memberikan sambutannya, dan dilanjutkan membuka secara resmi Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI ke-6 Tahun 2018.
Wallahul muwaffiq ila aqwamit thariq
Wabillahit taufiq wal-hidayah
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Banjarbaru, 7 Mei 2018
Ketua Umum,
Prof. Dr. KH. MA’RUF AMIN
Download (.doc) Pidato Kiai Ma`ruf Amin