JAKARTA — Islam berkembang di kawasan Asia Tenggara dengan memunculkan kekuatan baru. Di regional ini, Islam tumbuh dalam keberagaman adat, budaya, serta keyakinan. Salah satu akibatnya, muncul polarisasi berupa dua kubu yang saling berseberangan yakni kelompok eksklusif, intoleran, dan rigid dengan kelompok yang cenderung permisif bahkan liberal. Dari sini, maka Islam dalam bentuk yang wasathiyyah (tengah-tengah), moderat dan toleran dibutuhkan demi terciptanya perdamaian.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) berupaya menyebarkan semangat Islam wasathiyah itu melalui jalan Muhibbah Da’I Serumpun mulai 7 sampai 15 Mei 2018 di lima negara ASEAN: Malaysia, Vietnam, Thailnd, Kamboja, serta Singapura. Sementara lima negara sisanya, rencananya akan dikunjungi pasca bulan Ramadhan.
“Muhibbah adalah perjalanan perjuangan silaturahim silaturahmi untuk target izzatul Islam wal muslimin untuk meninggikan agama Allah SWT dan memajukan umat Islam, ” ungkap Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI KH Cholil Nafis dalam konferensi pers di Gedung MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/5).
Selain bertujuan menjadikan Islam wasathiyyah sebagai semangat pengajaran Islam di Asia Tenggara, kegiatan muhibbah juga untuk membangun persaudaraan Islam di kawasan ini yang semakin kokoh. Dari tingkat regional, nantinya diharapkan akan berkembang di tingkat dunia.
“Kita ingin menciptakan hubungan yang baik, untuk bersama-sama memperbaiki dunia diawali langkah ini, ” katanya.
“Kerangka inilah yang ingin kita arus utamakan di depan publik, tidak sekadar wacana atau pemikiran tapi juga gerakan, ” tambahnya.
Setelah bertemu dengan perwakilan organisasi agama resmi di masing-masing negara, diharapkan muncul satu pemahaman. Dari pemahaman itu, maka akan terbentuk Ikatan Da’i Serumpun. Ikatan Da’I Serumpun adalah lembaga formal yang berada di bawah organisasi-organisasi agama resmi di masing-masing negara ASEAN.
“Ada taswiyatul afkar dan taswiyatul manhaj, sekaligus tansyiqul harokah, bagaimana merapikan langkah-langkah, ” katanya.
Anggota Komisi Hubungan Luar Negeri MUI, KH Burhanuddin yang juga hadir dalam konferensi pers tersebut mengatakan, muhibbah ini adalah momentum Indonesia mempromosikan Islam wasathiyyah di tingkat dunia.
“Sudah saatnya Indonesia menjadi pintu utama untuk mempromosikan Islam wasathiyah di seluruh dunia Islam khususnya dan umumnya di seluruh dunia, pada saat yang sama mempromosikan pedoman dakwah MUI, ” katanya.
Sementara itu, Marissa Grace Haque yang turut serta dalam acara ini menceritakan pengalamannya saat mendatangi Thailand beberapa waktu sebelumnya. Menurutnya, banyak muslim di Thailand yang saling mencari, saling ingin memberi kabar tentang apa yang ada dalam kehidupan mereka, dan saling ingin menjalin hubungan dengan sesama Muslim.
“Kita ingin mendengar, bagaimana mereka bertahan menjadi Islam yang kaffah dan bagaimana mereka menurunkan the value of Islam sehingga mampu menjadi duta Islam yang damai di negara-negara tersebut, ” ungkapnya.
Ia berharap, sepulang dari acara muhibbah, akan tercipta satu buku hasil tulisan bersama.
“Mudah-mudahan sepulang dari mauhibbdah dai serumpun bisa menjadi buku lain yang bisa ditulis bersama dan kemudian nanti bisa dipecah lagi ke masing-masing negara dengan berbagai kompleksitasnya tentu dengan ada unsur Indonesianya di sana,” ujarnya.
Terdapat delapan peserta dalam muhibbah nanti. Dipimpin Kiai Cholil Nafis, peserta lain yang terdiri dari Sekretaris Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Ahmad Zubaidi, Wakil Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Agus Gofurur Rochim, anggota Komisi Hubungan Luar Negeri MUI KH Burhanuddin, Wakil Sekretaris Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Jaorana Amiruddin, Wakil Ketua MUI Provinsi Bali Bambang Santoso Marsam, anggota Masyarakat Ekonomi Syariah Marissa Grace Haque, serta Pihak Selaras Global Amanah Menik Haryani akan memulai perjalanan muhibbah Senin (7/5) pagi. (Azhar/Din)