Bank Indonesia (BI) menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengembangkan ekonomi syariah melalui perwujudan ekonomi syariah yang mendukung distribusi kesempatan, optimalisasi investasi, serta mendorong partisipasi publik.
Ketua Umum MUI KH. Ma’ruf Amin mengungkapkan, dari keseluruhan keuangan pembiayaan syariah, pangsa pasar keuangan syariah ada pada kisaran 5,17%. Angka itu meningkat seiring bertambahnya jumlah bank syariah seperti yang terjadi di Aceh yang semua bank-nya bank syariah.
“Rumah sakit syariah ada 300 belum dihitung asetnya, wisata, koperasi, pendidikan juga belum dihitung. Kalau dimasukkan akan besar sekali. APBN paling tidak 10% masuk ke syariah. Ini kita harapkan ada intensifikasi dan ekstensifikasi dari Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), kebijakan ke arah sana bisa lebih dirumuskan,” ungkap Kiai Ma’ruf saat Diskusi Panel bertema Peran Ekonomi Syariah dalam Arus Baru Ekonomi Indonesia di Gedung BI, Jakarta, Senin (24/07).
Kiai Ma’ruf menegaskan, pengembangan ekonomi syariah membutuhkan indikator prioritas yang lebih ditingkatkan. Prioritas tidak sekadar di ekonomi atau keuangan syariah, namun semua kebutuhan dijadikan syariah sehingga akan meningkatkan perekonomian syariah.
“Tidak hanya finance, tapi juga halal food, halal fashion, halal media, halal cosmetics. Kalau kita lihat tadi peran Indonesia di tingkat global, hampir di setiap sektor, Indonesia masuk dalam top ten expenditure di industri tapi kita bukan pemain utama,” tegas Kiai Ma’ruf.
Ke depan, lanjut Kiai Ma’ruf, semua yang syariah tersebut akan semakin dikembangkan. Untuk mengembangkan itu, terdapat strategi untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga besar, serta pengembangan pendidikan syariah.
“Jika dikaitkan dengan pendalaman pasar keuangan. Kita ingin agar investor dan instrumennya bisa lebih luas sehingga keuangan syariah bisa besar hadir di ekonomi Indonesia,” tutur beliau.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur BI Agus Martowardojo menyebutkan, BI dan MUI sudah menyusun tiga pilar strategi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
“Pertama, pilar pemberdayaan ekonomi syariah. Pilar ini menitikberatkan pada pengembangan sektoral usaha syariah, melalui penguatan seluruh kelompok pelaku usaha baik besar, menengah, kecil, mikro, serta kalangan lembaga pendidikan Islam seperti pesantren dan lainnya,” ucap Agus.
Agus melanjutkan, pilar pertama tersebut mencakup pengembangan halal supply chain, faktor kelembagaan, serta infrastruktur pendukung lainnya.
Sedangkan pilar kedua adalah pendalaman pasar keuangan syariah. Pilar kedua ini melambangkan upaya peningkatan manajemen likuditas dan pembiayaan syariah untuk mengembangkan usaha syariah. Pilar ini tidak terbatas di sektor keuangan komersial saja, namun juga mencakup ZISWAF dan juga integrasi antar keduanya.
Pilar terakhir adalah penguatan riset, assesment, dan edukasi yang di dalamnya termasuk sosialisasi dan komunikasi. Pilar terakhir ini merupakan fondasi tersedianya sumberdaya manusia yang andal, profesional, dan berdaya saing global.
Nantinya, akan dilaksanakan berbagai program edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat supaya berpatisipasi aktif sekaligus mendapat manfaat dari pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.
“Ketiga pilar strategi utama tadi secara terintegrasi akan didukung oleh kebijakan ekonomi dan keuangan syariah internasional maupun daerah, ketersediaan dan kesiapan sumber daya insani, data, dan informasi (termasuk finansial teknologi) serta koordinasi dan kerja sama untuk memastikan implementasi yang berkelanjutan,” pungkasnya.
Sumber: Okezone