JAKARTA— Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH Sholahuddin Al Aiyub, menyampaikan keunikan fatwa ekonomi syariah yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI dibandingkan fatwa halal maupun fatwa keagamaan yang dikeluarkan Komisi Fatwa MUI.
Menurutnya, ciri khas fatwa DSN MUI adalah implementatif. Fatwa yang sudah ditetapkan harus bisa dijalankan. Ketika fatwa tersebut sudah dirmuskan, maka DSN sudah meyakini fatwa tersebut diterima berbagai pihak. Titik ini yang menjadi pembeda antara fatwa DSN MUI dengan Komisi Fatwa.
“Maka fatwa DSN MUI penting pandangan fikih otoritasnya, pandangan Mahkamah Agungnya, dan pandangan dari sisi akuntansinya dalam perumusan suatu fatwa,” kata dia saat pembukaan Rapat Pleno DSN MUI Ke-57 di Hotel Mercure, Jakarta, Jumat (26/05/2023)
Karena prinsip yang implementatif itu, kata dia, DSN MUI kerap diajak kerjasama oleh berbagai otoritas untuk merumuskan prinsip kesyariahan. Sejumlah kampus juga mengajak kerja lapangan bersama atau MoU dengan DSN MUI.
Meski disibukkan dengan tawaran-tawaran menarik seperti itu, Kiai Aiyub mengingatkan bahwa tugas utama DSN MUI adalah perumusan fatwa dan prinsip kesyariahaan.
“Saya sering mengingatkan teman-teman BPH meskipun kita melakukan pelayanan kepada otoritas dan pihak semu, jangan lupakan tugas utama DSN yaitu merumuskan fatwa atau prinsip kesyariahan,” lanjutnya.
Dia mengingatkan seperti itu karena menurutnya banyak anggota DSN MUI yang melakukan pelayanan di luar kompetesinya. Padahal kompetisi inti dari DSN MUI sebagai lembaga adalah mengeluarkan fatwa.
Kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah pimpinan DSN-MUI, KH Hasanudin, Prof Muhammad Amin Suma, KH Sholahudin Al Aiyub beserta puluhan pengurus Dewan Syariah Nasional sebagai peserta rapat.
(A Fahrur Rozi/Azhar)