JAKARTA— Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, menyampaikan bahwa MUI akan terus istiqomah menjaga akidah umat dari paham-paham yang menyimpang. Sekalipun pada Selasa (02/05/2023) ada penembakan oleh orang yang mengaku nabi, MUI tidak gentar untuk terus berdakwah menjaga akidah umat.
Meski begitu, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu meminta aparat penegak hukum jeli mengusut kejanggalan-kejanggalan di kasus ini. Mulai dari aliran dana jumbo ke rekening pelaku, status pelaku yang tiba-tiba meninggal padahal fisiknya lumayan kuat, serta asumsi bahwa pelaku mengidap gangguan kejiwaan.
“Dia tidak dengan tiba-tiba membawa senjata, dia dapat dari mana? bagaimana? Dari alamatnya yang sudah jelas bisa diungkap lebih lanjut. Kemudian ada transaksi raturan juta padahal hanya petani kebun juga janggal dipahami, apalagi dengan status yang bersangkutan tidak sehat secara mental, ” ujarnya kepada MUIDigital, Kamis (04/05/2023) di Jakarta.
Selain menyoroti kasus tersebut, Kiai Niam juga menegaskan bahwa tidak ada nabi lagi setelah nabi Muhammad SAW. Setiap orang yang mengaku sebagai nabi setelah Nabi Muhammad tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.
“Kalau ada orang mengaku nabi pasca kenabian baginda nabi Muhammad SAW itu jelas tidak dibenarkan karena bagian dari pokok keagamaan Islam adalah pengakuan bahwa Rasulullah SAW nabi terakhir dan tidak ada nabi yang diutus setelah nabi Muhammad SAW,” ujar Guru Besar UIN Jakarta tersebut.
Yang diperbolehkan dalam Islam bukan nabi selanjutnya, namun penerus perjuangan nabi Muhammad SAW. Penerus di sini bukan penerus yang memperoleh wahyu Allah SWT seperti yang beberapa kali terjadi di Indonesia. Penerus di sini adalah yang meneruskan dakwah nabi dan risalah kenabian.
“Ada sebutan pewaris nabi. Pewaris ini tidak diartikan pewaris material seperti menerima wahyu, tetapi pewaris yang menjalankan tugas risalah dan tugas dakwah, ” ujarnya.
Rasulullah memang mewariskan ilmu, Al-Qur’an, dan Hadist kepada sahabatnya sampai ulama-ulama saat ini.
Selain fatwa produk halal, ibadah, dan ekonomi syariah, MUI selama ini memang kerap meneliti tentang aliran sesat yang ada di Indonesia. Cap MUI sebagai lembaga intoleran kebanyakan muncul karena tugas MUI dalam meneliti aliran menyimpang atau sesat ini. Karena ini adalah aspek akidah, inti ajaran Islam, MUI tidak bisa memberikan ruang terhadap penyimpangan.
“MUI selama ini melakukan perkhidmatan untuk menelaah, meneliti, membahas berbagai aliran keagamaan yang ada di Indonesia dan memberikan panduan agar masyarakat itu beragama sesuai dengan prinsip-prinsip keagamaan serta menyatakan kalau ternyata ada penyimpangan ya dikatakan bahwa itu menyimpang. Jadi tidak bisa atas nama toleransi kita memberikan ruang terhadap penyimpangan dan atau penodaan, ” ungkap Kiai Niam.
Dia menyampaikan, toleransi tidak bisa dipukul rata untuk semua aspek. Ada aspek-aspek inti ajaran agama yang tidak bisa ditoleransi. Meski begitu, MUI selalu mengimbau aparat penegak hukummaupun masyarakat untuk tidak represif atau kasar terhadap penganut aliran menyimpang.
“Jadi ada wilayah, di mana ada toleransi itu dibangun pada wilayah-wilayah yang memang memungkinkan terjadinya perbedaan dengan prinsip ilmu pengetahuan dan juga pedoman-pedoman keagamaan, ” katanya.
“Tetapi ada juga perbedaan yang pada hakikatnya adalah penyimpangan. Dalam konteks ini, MUI terus istiqomah. Sekalipun ada teror, ada ancaman, ada tekanan yang meminta MUI tidak menyampaikan kebenaran, MUI tetap menjalankan khidmat itu dan tidak mengurangi sedikitpun level perkhidmatan itu, ” paparnya. (Dhea Oktaviana/Azhar)