JAKARTA – Pondok Pesantren Al Zaytun sedang ramai menjadi perbincangan publik. Pasalnya, pondok pesantren ini menggunakan tata cara sholat idul fitri yang berbeda dengan tata cara sholat pada umumnya.
Dalam unggahan akun @kepanitiaanalzaytun yang diunggah pada Sabtu,(22/4/23), terlihat bahwa pelaksanaan sholat Id dilaksanakan dengan shaf yang berjarak antarsatu sama lain.
Selain itu, yang paling menonjol dalam postingan tersebut adalah sosok perempuan yang turut melaksanakan shalat pada shaf terdepan yang bercampur dengan shaf laki-laki.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Marsudi Syuhud angkat bicara. Dikutip dari hasil wawancara bersama salah satu stasiun televisi nasional, dia
Menjelaskan shalat tersebut tetap sah, akan tetapi hukumnya makruh.
“Menanggapi sah atau tidak sah nya shalat tersebut, jumhur fuqaha menjelaskan campur atau barengnya shalat laki-laki dan perempuan urusan sah dan tidak sah nya tetap sah. Tetapi walaupun sah, sholat tersebut makruh,” ujar Kiai Marsudi (28/4/23).
Dia menjelaskan bahwa makruh sendiri merupakan sesuatu yang tidak disenangi Allah SWT.
Mengenai tata cara beribadah sebagai bentuk untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT telah diatur sejak dulu. Bahkan hal-hal tersebut telah diajarkan sejak zaman para nabi, bahwa beribadah kepada Allah SWTmemiliki aturan-aturan dan hukum-hukum tertentu.
Selain aturan dan hukum-hukum yang telah ditetapkan, terdapat poin penting yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan segala macam ibadah, yaitu adab. Menurut Kiai Marsudi beribadah kepada Allah tidak hanya sekedar ‘sah’ saja, akan tetapi harus memperhatikan adab-adab kesopanan yang sebenarnya telah diajarkan pula oleh para ulama-ulama terdahulu, bahkan sejak di zaman para nabi.
“Ketika kita beribadah, sudah ada aturan bakunya, hukum-hukumnya. Bagaimana melaksanakan shalat sendiri dan bagaimana melakukan shalat berjamaah antara laki-laki dan perempuan.
Maka diutamakan, bagaimana kita hidup di dunia agar tetap mengedepankan adab. Hidup untuk mendekatkan ibadah mahdoh hanya kepada Allah SWT juga membutuhkan adab, tidak cukup hanya sah dan tidak sah.
Dalam wawancara tersbut, Kiai Marsudi juga mengutip sebuah hadit dari Abu Hurairah RA, Rasulullah Saw bersabda, “Shaf yang terbaik bagi laki-laki adalah shaf terdepan, dam shaf terburuk mereka dalah shaf terakhir. Sedangkan shaf terbaik bagi kaum perempuan adalah shaf yang terakhir dan yang paling buruk adalah bagi mereka adalah shaf terdepan.”
“Keutamaan shalat perempuan di akhir baris atau shaf nya di belakang, imam an nawawi menjelaskan untuk menjauhkan antara penglihatannya laki-laki, geraknya seorang laki-laki dan pendengaran percakapannya,” ungkap Kiai Marsudi.
Pelaksanaan ibadah shalat bagi kaum muslim merupakan hal yang sangat wajib untuk dipelajari secara baik dan benar, serta sesuai dengan aturan-aturan dan hukum-hukum yang sudah ditentukan syariat.
Bagi seorang Muslim, shalat sendiri merupakan tiang agama. Oleh karena itu, praktik melaksanakan shalat sudah diajarkan sejak dini, bahkan dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam juga menerapkan pelajaran mengenai tata cara pelaksanaan shalat tersebut.
Oleh karena itu, Kiai Marsudi juga berharap lembaga-lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan islam mencari referensi-referensi yang baik untuk menerapkan ajaran yang baik dan benar.
“Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan untuk dipelajari referensi kitab-kitab, karena dipesantren mengajarkan bagaimana cara beribadah, bagaimana adabnya dan bagaimana tata caranya, jadi tidak cukup hanya masalah sah dan tidak sah,” kata dia.
Waketum MUI juga berharap semoga kasus ini tidak menjadi polemik yang membingungkan karena saat ini jika ingin mempelajari tentang tata cara sholat yang baik dan benar sesuai dengan syariat sudah sangat dimudahkan kecanggihan teknologi dan hal tersebut sangat sudah untuk diakses.
“Mudah-mudahan tidak menjadi polemik di masyarakat, karena tuntunan seperti ini alhamdulillah sekarang mudah dicari,” ujar dia. (Dhea Oktaviana, ed: Nashih)