JAKARTA— Menteri Sosial Republik Indonesia, Tri Rismaharini menghadiri agenda Workshop Pesantren Lansia yang dilaksanakan oleh Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga (KPRK) MUI di Aula Buya Hamka di Jakarta, Rabu, (12/4/23).
Dalam sambutannya, Risma menyampaikan bahwa kepekaan terhadap lansia merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Kesejahteraan lansia menjadi tanggung jawab bersama dalam ruang sosial.
“Saya pernah menemukan seorang lansia meninggal sudah empat hari, tapi tidak ada yang tahu. Akhirnya saya membuat kebijakan, saya buat Posyandu Lansia. Dalam Posyandu lansia tersebut adalah anggota lansia semuanya,” ujarnya.
Dia mengatakan, kebijakan-kebijakan untuk keberlangsungan hidup lansia dirasa sangat membutuhkan perhatian yang lebih. Pasalnya, akhir-akhir ini kerap ditemukan lansia yang hidup sebatang kara, bahkan sudah tidak mampu merawat dirinya sendiri.
Dalam kesempatan tersebut, Risma juga membagikan cerita tentang program kepedulian kepada lansia yang sempat dia lakukan bersama tim di Surabaya.
“Jadi, di Surabaya saya mencoba mempraktikkan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT, maupun yang tertuang dalam UUD Pasal 34 yang berbunyi ‘bahwa fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara’. Maka, setiap hari kami memberi makan kurang lebih 87 ribu yang didistribusikan untuk anak yatim, lansia miskin, penyandang disabilitas, penyandang HIV AIDS, penyandang TBC, dan lain-lain,” kata dia.
Dia menyebut, pada 2022 lalu, Kemensos memberikan 334.011 bantuan kepada lansia dengan rentan usia 80 tahun ke atas. Bantuan tersebut dikhususkan bagi lansia yang hidup sebatang kara dan sudah tidak mampu mengurus dirinya.
Pada kunjungan kerja di beberapa daerah, Risma kerap mendapat laporan dari warga bahwa per hari ini masih ditemukan beberapa lansia yang hidup sendiri, dan pada akhirnya ditemukan meninggal.
Tentunya hal ini menjadi PR penting bagi Kemensos untuk kembali menjangkau lokasi-lokasi terpencil guna meminimalisir permasalahan terhadap lansia yang ada di negeri ini.
Dia mengakui emang menangani ini susah-susah gampang.
“Tetapi saya selalu tekankan bahwa kita ini mau masuk surga di tingkat berapa? (keinginan harus diberengi dengan usaha keras), tujuan kita ini bukan hanya bagaimana kita hidup di dunia, melainkan bagaimana nanti setelah kita dipanggil oleh Yang Memiliki hidup ini,” kata dia. (Dhea Oktaviana, ed: Nashih)