JAKARTA — Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis menutup Rakornas Komisi Dakwah Selasa (9/8) di Hotel Santika Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
Dalam sambutannya, Kiai Cholil mengatakan dua agenda yang telah dibahas dalam rakornas kali ini. Agenda pertama adalah taujihad, sementara yang kedua adalah permasalahan dakwah di masing-masing daerah “Malam ini pleno, ada dua komisi. Pertama taujihad, kedua problematika di masing-masing daerah, ” katanya.
Penjabaran kondisi dakwah di setiap daerah, menurut Kiai Cholil, tidak lain untuk mengetahui dan menjadi masukan untuk MUI tingkat pusat. MUI Pusat ingin tahu secara lebih rinci persoalan apa saja yang sebenarnya terjadi di tingkat daerah. “Bagaimana kita share saja untuk masukan ke kami di tingkat nasional, sebenarnya persoalannya apa di tingkat daerah,” tambahnya.
Dai dari Hidayatullah mengatakan, probelm dakwah yang selama ini muncul di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) adalah kendala bahasa. “Permasalahan dari segi bahasa, dari betawi susah, ” ungkapnya.
Hidayatullah mengatakan ada langkah efektif untuk itu. Mereka mengirimkan tokoh daerah setempat untuk belajar ke kota dan kembali lagi ke daerahnya nanti. “Bagaimana di tempat minoritas itu, orang yang ditokohkan, dididik, lalu kembali ke kota, ”katanya.
Namun langkah tersebut bukan tanpa kendala. Selama ini tokoh daerah tersebut enggan untuk kembali lagi ke daerahnya. “Problemnya, orang daerah dididik, namun tidak mau kembali lagi ke kota, ” tambahnya.
Selain perbedaan budaya, masalah yang seringkali menaungi adalah kemandirian finansial pendakwah. Menanggapi hal ini, Ketua MUI Bidang Dakwah KH Abdusshomad Buchori menghimbau para pendakwah agar menjalankan aktivitas ekonomi sehingga mampu betahan di daerah setempat.
Selain itu, ketua MUI Jawa Timur ini menyarankan supaya para pendakwah mulai menyasar golongan muda agar mudah diarahkan. “Kita harus cinta anak muda, kita gerakkan, ” tutup Kiai Shomad. (Azhar/Din)