JAKARTA – Komisi Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Majelis Ulama Indonesia (KPPP MUI) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) II. Kolaborasi sinergi pencegahan dan pembinaan terhadap pemikiran dan aliran yang diduga sesat di Indonesia ini menjadi sorotan utama dalam kegiatan yang berlangsung Kamis-Jumat (9-10 Maret 2023).
Ketua KPPP MUI, Prof Firdaus Syam, dalam laporannya menyampaikan, diperlukan sikap yang tegas dan cepat untuk mencegah bahaya pemikiran dan aliran sesat. Langkah ini dilakukan guna menghilangkan kebingungan di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
“Konsolidasi untuk menyatukan persepsi dan langkah sangat penting. Melalui Rakornas II, saya berharap dapat mengukuhkan langkah KPPP MUI dalam berkhidmat kepada umat sesuai dengan amanat yang telah diberikan MUI Pusat,” kata dia dalam pembukaan Rakornas II di Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Prof Firdaus menuturkan terdapat beberapa kegiatan yang tengah dan telah dilakukan KPPP MUI terhitung sampai terselenggaranya Rakornas ke-II. Program kerja tersebut di antaranya:
Pertama, melakukan penelitian pada komunitas Jam’iyyatul Islamiyah (JMI) di bawah asuhan Buya Aswin Rose Yusuf.
Penelitian ini dilakukan mulai dari proses mengkaji buku referensi komunitas tersebut, melakukan penelitian lapangan, hingga melangsungkan tabayun kepada pihak pengasuh komunitas.
Kedua, melakukan penulisan ensiklopedia aliran sesat yang berdasarkan fatwa yang telah dikeluarkan MUI.
Berdasarkan 10 indikator yang telah dikeluarkan MUI terkait aliran sesat, terdapat 9 pemikiran dan aliran yang diduga oleh KPPP MUI menyalahi aturan.
“Pemikiran dan aliran tersebut yaitu pertama Ahmadiyah Qadhiyan, kedua Gavatar, ketiga salat dua bahasa, keempat Al-Qiyadah Islamiyah, kelima pluralisme liberalisme dan sekularisme agama, keenam Sallamulah Lia Eden, ketujuh Islam jamaah, kedelapan Ingkar Sunnah, dan terakhir Darul Arqam,” bebernya.
Ketiga, melakukan penelitian terhadap Baha’i. Aliran ini tidak diakui sebagai agama di Indonesia, melainkan perkumpulan yang berdiri sendiri.
“Meskipun, dalam keyakinan dan praktek yang digunakan mirip dengan ajaran Islam,” jelas Prof. Firdaus.
Keempat, melakukan pengkajian terhadap paham khilafah. Dalam pengkajian ini, KPPP MUI menyimpulkan bahwa pada hakikatnya kepemimpinan dalam Islam bersifat dinamis sesuai dengan kesepakatan dan kemaslahatan.
“Dalam memahami konsep khilafah, MUI yang menggunakan manhaj Wasatiyah dengan menolak pandangan yang memaknai khilafah sebagai salah satu sistem pemerintahan sebagaimana yang dilakukan ISIS dan HTI,” jelas Prof Firdaus.
Kelima, kegiatan penelitian pelindung kehidupan yang masih dalam tahap proses pengkajian secara mendalam.
“Kami sadar dalam menyelesaikan konflik keagamaan terkait aliran sesat dan menyimpang, bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, diperlukan sinergitas seluruh anggota KPPP MUI baik di tingkat pusat maupun daerah,” katanya.
Ketua KPPP MUI juga berharap harus ada kesamaan misi dalam berdakwah yang berlandaskan pada prinsi merangkul bukan memukul, menyayangi bukan menyaingi, dan membina bukan menghina.
Rakornas ke-II yang mengambil tema “Konsolidasi dan Sinergisitas KPPP MUI dalam Mencegah, Menanggal, dan Meluruskan Pemikiran Dan Aliran Sesat Agar Terwujudnya Islam Wasathiyah dalam Bingkai NKRI” ini diselenggarakan secara hybrid terdiri dari sekitar 200 peserta.
Adapun peserta yang hadir terdiri dari dewan pimpinan, anggota KPPP MUI se-Indonesia, pimpinan ormas Islam tingkat pusat, pimpinan perguruan tinggi Islam, pimpinan pondok pesantren dan pengurus MUI di berbagai daerah. (Isyatami Aulia, ed: Nashih)