JAKARTA— Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Niam Sholeh, mendorong insan pertelivisian menghadirkan program ramah Ramadan selama bulan puasa yang berlangsung belasan hari lagi. Menurutnya, program televisi ramah Ramadan membuat pemirsa senang sekaligus aman menjalankan puasanya.
“Ada teks keagamaan yang bersifat spesifik yang menegaskan keutamaan Ramadan dan berkorelasi dengan isi siaran,” terang Prof Niam saat mengisi Halaqah Siaran Ramadan 1444 H Komisi Infokom MUI, Senin (06/03/2023) di Kantor MUI, Jakarta.
Teks keagamaan yang dimaksud oleh Prof Niam adalah hadis Nabi SAW yang berbunyi,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barang siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat keji, maka Allah tidak butuh (atas usahanya) dalam menahan rasa lapar dan dahaga. (HR. Bukhari)
Berpijak pada hadis di atas, menurut Kiai Niam, program televisi harus berusaha menciptakan konten yang ramah keagamaan. Puasa tidak hanya menahan dahaga dan lapar, tetapi juga menahan diri dari ucapan kotor.
“Artinya seluruh aktivitas termasuk juga tayangan dan juga siaran harus berada dalam koridor ini, bercanda oke, tapi bercanda yang menjauhkan diri dari perundungan (bullying), olok-olok, celaan fisik (body shaming), dan lain sebagainya,” papar Prof Niam.
Sekalipun menurutnya di luar Ramadan hal-hal tersebut tetap dilarang, namun level larangannya di bulan Ramadhan menjadi lebih lagi. Tidak lain karena Ramadan menjadi bulan penuh kemuliaan dan keagungan.
Lebih lanjut, Prof Niam menjelaskan misi MUI untuk berkontribusi mewujudkan siaran Ramadan yang ramah, sehingga orang yang berpuasa juga senang, bahagia dan tidak menggangu pelaksanaan puasanya.
“Kita bisa memperoleh pahala tapi kesenangan juga, syukur-syukur bisa melupakan laparnya karena senang ikut belajar (melalui program siaran),” tuturnya.
Lewat siaran-siaran yang mengedukasi sekaligus menyenangkan, Prof Niam berharap banyak generasi yang akhirnya termotivasi untuk menjadi lebih baik. Ibadah puasa pun bisa dilaksanakan lebih optimal. (Ilham Fikri/Azhar)