JAKARTA— Majelis Ulama Indonesia (MUI) membahas kenaikan ongkos naik haji atau Biaya Pendaftaran Ibadah Haji (Bipih) bersama Direjen Haji dan Umroh Kementerian Agama, DPR RI Komisi VIII, serta Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Diskusi tersebut berlangsung Selasa (07/02/2023) di Kantor MUI Pusat, Jakarta.
Sekretaris Jenderal MUI, Buya Amirsyah Tambunan, menyampaikan pembahasan usulan ongkos naik haji ini sedang menjadi perbincangan publik sejak pemerintah mengusulkan kepada Komisi VIII DPR RI. MUI, kata dia, menekankan agar ada perhitungan ulang biaya asli (real cost) dalam penyelenggaraan ibadah haji.
“Terutama biaya dari sisi penerbangan atau transportasi, akomodasi, maupun masyair sehingga ukuran kenaikannya bisa dimaklumi benyak pihak,” ujar Buya Amir.
Dia menilai, kenaikan Bipih yang semula di kisaran 39 juta menjadi 69 juta ini terlalu mendadak dan perlu dikalkulasi ulang. Bila tetap seperti itu, maka akan banyak yang dirugikan pada saat pemberangkatan haji tahun ini.
“Kita berharap kepada Pemerintah, DPR dan BPKH bisa dihitung kembali berapa biaya aslinya sehingga kenaikan yang terjadi tidak terlalu memberatkan calon jamaah haji yang tahun ini akan berangkat,” ungkapnya.
MUI, lanjut dia, mengimbau agar calon jamaah haji tidak resah. Dia yakin pemerintah memiliki solusi terbaik untuk kebaikan bersama.
“Semua harus percaya ada win-win solutions, bahwa keberlanjutan penyelenggaran haji, keadilan, dan kualitas penyelenggaraan bisa berjalan beriringan,” pungkasnya
Anggota BPKH, Acep Riana Jayaprawira, menyikapi masukan dari MUI itu sebagai hal yang baik. Dia menilai kenaikan yang mendadak dan terlalu besar ini dampaknya akan besar, terutama dari sisi keadilan kepada calon jamaah.
“Memang yang disampaikan oleh kementerian agama adalah langka awal, artinya setelah pengajuan kepada DPR nantinya akan ada penggodokan, diskusi, FGD, maupun RDP untuk menentukan satu angka optimal yang baik untuk BPKH, Jamaah waiting list, maupun jamaah yang akan berangkat,” ungkap dia. (Junaidi/Azhar)